Kembali ke arena persidangan.
Terkait dengan pernyataan tim hukum tersangka yang mengatakan gangguan mata Novel terjadi akibat kesalahan penanganan oleh pihak-pihak tertentu tampaknya sangat aneh, kesannya sengaja membuat bingung untuk menciptakan keanehan yang baru.
Aneh, karena berdasarkan timeline penanganan dari pertolongan pertama di tempat kran air masjid Al-Ihsan hingga bolak-balik ke Singapore disebutkan di atas pihak manakah dituduh telah berbuat salah menangani luka pada wajah dan mata Novel.
Kesannya sengaja membuat bingung karena nantinya masing-masing lembaga medis tersebut akan mengeluarkan "jurus" bertahan yang ujung-ujungnya tercipta "fron baru" perang teori antara satu lembaga layanan kesehatan dengan lainnya sehingga membelokkan fokus masalah dan persidangan.
Novel yang terlibat dalam usaha membongkar "mega" korupsi E-KTP senilai 2,3 triliun kini miris melihat kenyataan, ingin terserah saja.
"Di satu sisi saya tugasnya memberantas mafia hukum, tapi di satu sisi (lain) jadi korban mafia hukum yang menyolok mata (vulgar-red)," ujarnya tampak semakin lemas menyikapi tuntutan Jaksa hanya 1 tahun penjara terhadap pelaku.
Sambil melupakan bagaimana mirisnya Novel dipermainkan mafia hukum dalam aksi terbaru di atas, coba lihat keanehan sebelumnya, apakah perbuatan tidak sengaja dapat melunturkan kadar hukuman? Jarang terjadi, bukan? Sering terjadi adalah permohonan maaf tersangka pada korbannya agar bisa menurunkan kadar hukuman, itupun kalau disetujui korban (keluarga) dan pengadilan.
Jadi sebaiknya jangan permainkan Novel lagi dengan membuka fron baru dan mencari celah-celah yang semakin memperlebar fokus di pengadilan.
abanggeutanyo