Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dua Menteri Saling Tekel tentang Ojol, Ternyata Ini Sebabnya

14 April 2020   09:05 Diperbarui: 14 April 2020   20:53 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: suara.com. Digabung dan edit oleh penulis

Di dalam peraturan pemerintah nomor 21/2020 berisi 7 pasal tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah menyebut beberapa kali peranan strategis Menteri Kesehatan untukurusan pemerintahan bidang kesehatan menjadi koordintor terkait PSBB misalnya pada pasal 5 ayat (1) dan pasal 6 ayat (2,3 dan 4).

PP yang berlaku sejak 31/3/2020 itu memperlihatkan juga peranan Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 dipimpin ketua BNPB, Doni Monardo sebagai lembaga yang wajib diperhatikan oleh Kemenkes untuk memberlakukan PSBB di sebuah wilayah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

Menindak lanjuti PP N0 21/2020 tersebut Kemenkes menerbitkan pedomannya melalui Peraturan Menteri No.9/2020 berisi 6 Bab, 12 pasal dan sejumlah lampiran, berlaku mulai 3 April 2020.

Salah satu poin di sana pada Bab 3 pasal 13 poin (10.a dan 10.b) menyebutkan tentang PENGECUALIAN pembatasan. Untuk moda transportasi mencakup penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang; dan moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Di dalam lampiran pun telah dirinci apa yang dimaksud dengan moda transportasi penumpang umum dan pribadi, ditegaskan di sana begini :"Semua layanan transportasi udara, laut, kereta api, jalan raya (kendaraan umum/pribadi) tetap berjalan dengan pembatasan jumlah penumpang."

Kemudian Kemenhub menerbitkan Peraturan Menteri No.18 Tahun 2020 setebal 71 halaman berisi 6 Bab dan 23 pasal tentang pengendalian Transportasi dalam pencegahan penyebaran Covid-19 yang berlaku mulai 9/4/2020 ditandatangani oleh Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Perhubungan ad interim.

Mengacu pada Pasal 11 ayat (11 b) tertera pengendalian untuk jenis kendaraan pribadi mobil boleh angkut penumpang hanya 50% dari kapasitas tempat duduk dan menerapkan physical distance. 

Sementara pada pasal yang sama ayat (11 c) Sepeda Motor berbasis aplikasi dibatasi penggunannya hanya untuk mengangkut barang. Ironisnya pada pasal sama ayat (11 d) ada pengecualiannya (diperbolehkan) dengan catatan harus mengikuti protokol pencegahan Covid-19.

Pasal dan point Menhub inilah dianggap Ojol boleh beroperasi. Akibatnya abang-abang dan kakak Ojol pun beroperasi kembali di kawasan PSBB sejak 9/4/2020. Beberapa abang dan kakak Ojol bahkan mendapat bantuan "Sembako" dari presiden Jokowi saat keliling di jalan Gajah Mada (9/4/2020 sore).

Melihat aturan Menhub tersebut kementerian Kesehatan berkali-kali menegaskan Ojol termasuk yang dilarang. "Peraturan Kemenkes BELUM berubah," ujar Terawan Agus Putranto.

Baru bergerak 3 hari di kawasan PSBB langsung saja Ojol dihentikan kembali. Pasalnya pada 13/4/2020 juru bicara Kemenhub, Adita Irawati meralat peraturannya sendiri bahwa Ojol juga termasuk dilarang bawa penumpang. Apa yang telah tertera dalam pasal 11 poin (11 d) setelah melakukan diskusi dan evaluasi dengan pimpinan daerah terkena PSBB maka ditetapkan Ojol hanya boleh angkut barang.

Dari peristiwa ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:

Terjadi kepanikan di kementerian perhubungan dalam penyusunan UU No 18/2020 yang disegerakan oleh Menhub ad interim (L.B Pandjaitan). Tanpa menteri definitif (Budi Karya Sumadi) membuat petugas kemenhub yang terlibat di sana kambuh lagi sifat aslinya main borong file sehingga Permen No 18 itu terlihat "gendut" sekali karena dicomot dari berbagai file aturan transportasi di Kemenhub.

Sialnya entah lupa membaca tatatertib dan aturan yang telah digariskan oleh Peraturan Presiden no 21 Tahun 2020 dan diperjelas oleh peraturan Kemenkes No 9/2020 atau memang ada niat mulia Kemenhub meloloskan Ojol (salah satu sektor yang paling terpukul akibat krisis Corona selama ini) ternyata poin yang mengatur pengecualian itu tidak jadi terlaksana.

Terulang kembali ciri khas pengelola negara dalam penyusunan redaksi undang - undang atau aturan dengan tidak menggunakan kata-kata yang tegas sehingga menimbulkan multi tafsir bahkan salah tafsir sekaligus menimbulkan kebingungan. Di dalam peraturan Kemenkes di atas tidak disebutkan adanya pembatasan Ojol dan Taksi Online secara tegas dan jelas.

Di tingkat lembaga pemerintahan tinggi (Kementerian) saja terjadi terjadi kurang koordinasi bagaimana lagi jika hal itu terjadi di lembaga di bawahnya. 

Jadi tak heran banyak pimpinan BUMN belum tahu cara membuat laporan Keuangan sebagaimana dikeluhkan Erick Tohir, Menteri BUMN baru-baru ini.

Bukan tidak mungkin fenomena tumpang tindih ini telah jadi budaya kerja yang sulit diperbaiki meskipun Presiden Jokowi menerapkan kerja paksa untuk mengubah karakter dan budaya kerja kementerian dari biasa-biasa saja menjadi luar biasa. 

Salah satu fenomena tumpang tindih itu telah ditemukan oleh Presiden Jokowi di kementerian Riset dan Teknologi/ BRIN dengan memangkas nyaris plontos anggaran di kementerian tersebut tersisa 6 % setelah dipangkas hampir 94% karena ditemukan program-program yang tumpang tindih dengan program di kemterian lainnya. 

Dengan demikian jelaslah sudah mengapa terjadi perbedaan kebijakan tentang Ojol dalam kawasan PSBB dari awalnya boleh kemudian dilarang (Kemnkes). Setelah itu disetujui lagi Kemebhub dan akhirnya dilarang kembali (bawa penumpang) oleh Kemenhub beberapa jam lalu ketika tulisan ini dibuat. Ibarat sebuah permainan pemenangnya adalah Kemenkes.

Kasus ini juga memperlihatkan masih adanya kelemahan budaya kerja di tingkat kementerian. Sebelumnya Presiden Jokowi pernah mengingatkan menterinya agar berhati-hati bicara tanpa periksa data-data saat terjadi perbedaan pendapat antara Menkum HAM Yassona Laoly dengan Dirjen Imigrasi, Ronny Sompie terkait keberadaan Harus Masiku.

Mari ambil pembelajaran positif dari peristiwa seperti ini agar setiap Kementerian jadi contoh teladan pembantu Presiden yang bekerja secara tepat guna, efektif, efisien dan terintegral dari sekarang hingga masa akan datang.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun