Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Upah Tenaga Kerja Makin Encer Bukan Ciri Negara Maju

27 Februari 2020   17:15 Diperbarui: 25 Oktober 2021   16:25 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tenaga kerja (KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI)

Keputusan AS mengeluarkan Indonesia dari daftar negara-negara  berkembang menjadi negara maju sepatutnya dicermati secara positif, karena apapun motif di balik itu kenyataannya adalah ada pengakuan terhadap target yang ingin dicapai Indonesia yang diperkirakan baru dapat diwujudkan nanti, di tahun 2045.

Pada tahun 2045 nanti PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita menyentuh 325 juta (23.200 USD) per tahun. Untuk mencapai itu Indonesia mesti keluar dulu dari zona middle income trap yang sedang didapuk dalam program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024.

Terlepas dari metode dan motif apa di balik pengakuan tersebut yang jelas dengan adanya pengakuan itu maka secara teoritis dan otomatis akan membuka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia dalam berbagai bidang, mulai dari investasi, pariwisata, perdagangan, dan kerja sama sosial dan budaya dan nirlaba.

Akan tetapi jika nalar berpikir obyektif dan hati jujur berkata apakah benar Indonesia telah menjadi negara maju sejati, kita ragu menjawabnya.

Sebab berdasarkan teoritis yang disebutkan dalam aneka literatur perekonomian makro tentang ciri-ciri negara maju akan ada banyak faktornya parameternya. Ada yang mengatakan 15 tolok ukur, ada 10, ada 7, dan sebagainya.

Seberapapun tolok ukur (parameter) itu kita ambil saja 10 saja untuk menyimpulkan sebuah negara menjadi negara maju, yaitu:

  • Memiliki standard hidup yang tinggi
  • Sebagaian besar Produk Domestik Bruto (PDB) berasal dari sektor Industri
  • Rendah praktek korupsi
  • Semakin banyak warga berada di kota-kota
  • Kemiskinan rendah
  • Tunawisma rendah
  • Kualitas pendidikan tinggi
  • Tingkat keamanan dan militer yang modern
  • PDB per kapitanya tinggi

Dari 10 parameter atau tolok ukur di atas, mari kita telusuri satu saja yakni yang terakhir: PDB perkapitanya tinggi. 

Sekadar mengulangi atau me-refresh, PDB adalah jumlah nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh unit-unit usaha di suatu negara dalam periode waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun.

PDB ini sering digunakan sebagai standar untuk menilai "kesehatan" perekonomian sebuah negara, karena dari sini akan dapat diketahui tingkat pendapatan masyarakat dan tingkat penganggurannya. 

Semakin tinggi tingkat pendapatan dan semakin kecil tingkat penganggruan berarti perekonomian sebuah negara dapat disebutkan sehat (meskipun masih ada standar lainnya yang juga musti diukur).

Berdasarkan teori sederhana itu, jika perekonomian sebuah negara sehat berarti tingkat pendapatannya tinggi dan penganggruannya rendah. Itu juga artinya PDB per kapitanya tinggi.

Terkait dengan ditetapkan Indonesia menjadi kelompok negara maju jika dikaitkan dengan tolok ukur terakhir di atas (PDB per kapitanya tinggi) apakah benar PDB per kapita kita telah tinggi? 

Berikut tingkat PDB Indonesia dalam 10 tahun terakhir:

PDB per kapita pada tahun 2010 rata-ratanya 3.178 USD pertahun. Lalu pada 2011 (3.687); 2012 (3.740); 2013 (3.667); 2014 (3.531); 2015 (3.368); 2016 (3.604); 2017 (3.885); 2018 (3.945) dan pada 2019 (4.193 USD per tahun).

Dari sini kita dapat melihat PDB per kapita masih rendah meskipun dalam kelompok G20 berada di urutan 2 buncit setelah India.

Masuknya Indonesia dalam kelompok negara maju diperkirakan baru terjadi pada 2045 maka ditetapkan Indonesia menjadi salah satu negara maju saat ini adalah sebuah berkah, anugerah dan penghargaan bagaikan "durian jatuh" jika tak pantas disebut "keajaiban."

Konotasi bagaikan durian jatuh adalah sebuah peribahasa untuk menggambarkan sebuah kondisi yang baik di luar perkiraan terjadinya.

Di saat upah tenaga kerja sangat rendah dan para pekerja pada umumnya ngos-ngosan mengatasi mahalnya biaya hidup yang semakin menggila, pernyataan AS kepada Indonesia menjadi negara maju mungkin mewakili perumpamaan "durian jatuh," disebut di atas. 

Tidak berlebihan disebut durian jatuh karena mengacu pada pernyataan Presiden Jokowi menyatakan harapannya mewujudkan upah kerja (pendapatan masyarakat) bisa mencapai 320 juta per kapita per tahun, pada 2045 nanti.

"Mimpi kita, cita-cita kita di tahun 2045 pada satu abad Indonesia merdeka mestinya, Insya Allah, Indonesia telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan. Itulah target kita," ujar Prsiden Jokowi dalam pidato pelantikannya kembali pada 20 Oktober 2019 lalu.

Meski pendapatan per kapita itu belum menyentuh rencana di 2045 ternyata AS telah menganugerahi Indonesia sebagai negara maju saat ini, padahal sebagai negara maju harusnya salah satu tolok ukur sangat penting ini mustinya telah tercapai.

Ironisnya lagi hadirnya momok RUU Cipta Kerja (Ciker) kabarnya lebih memberi ruang sempit posisi karyawan dalam beberapa hal penting dikhawatirkan akan kontra produktif untuk mencapai "mimpi" Presiden Jokowi pada 2045 nanti. 

Meskipun ada sisi yang positifnya, tapi secara menyeluruh RUU Ciker itu berpeluang terjadinya kesenjangan (gap) pendapatan lebih besar antara tenaga kerja bepenghasilan tinggi dengan yang berpenghasilan rendah. Upah tenaga kerja pada umumnya semakin "encer" alias semakin tak mampu membiayai tuntutan biaya hidup yang semakin tinggi.

Selayaknya AS memasukkan Indonesia sebagai negara yang berhasil keluar dari negara berpenghasilan rendah menjadi negara yang berpenghasilan menengah.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun