Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Vonis Idrus Marham Naik Turun seperti Voltase Listrik, MA Perlu Ingat Sosok Ini Lagi

3 Desember 2019   20:47 Diperbarui: 4 Desember 2019   10:06 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Kolase oleh Penulis. Kusumah Atmaja, Idrus Marham dan Muhammad Hatta Ali

Jika saja Prof. Dr. Mr. Kusumah Atmaja, ketua Mahkamah Agung (MA) pertama di Republik Indonesia masih hidup mungkin ia akan sangat kecewa ketika melihat ulah para hakim-hakim di bawah payung tertinggi MA ternyata kini ada yang tergerus oleh kepentingan politik bahkan tergiur uang seperti mantan ketua MA dahulu, Akil Muchtar.

Belum lagi ketua Pengadilan Negeri dan ketua Pengadilan Tinggi yang terlibat korupsi sudah bukan rahasia umum lagi terjadi berulang kali. 

Sedangkan jumlah hakim yang terlibat korupsi dari tahun 2012 hingga Mei 2019 (masa ketua MA dijabat oleh Prof. Dr. Muhaamd Hatta Ali hingga saat ini) mencapai 20 hakim di seluruh Indonesia.

Dibandingkan dengan jumlah hakim seluruh Indonesia sekitar 4 ribuan orang secara presentase memang tidak signifikan kasusnya, akan tetapi mengingat posisi hakim apalagi hakim Mahkamah Agung demikian bergengsi dalam segala bidang maka apa pun perbuatan hakim MA terkait hukum jelas menyita perhatian publik.

Kini Mahkamah Agung kembali menghasilkan maha karya ketika meringankan hukuman terhadap Idrus Marham dari 5 tahun menjadi 2 tahun penjara.

Para hakim termasuk hakim dan ketua MA lebih tahu dasarya berbuat demikian menghasilkan keputusan yang tidak ppopuler saat rakyat menuntut pelaku koruptor dibui seberat-beratnya justru MA (dengan alasan dan logikanya) malah memberi ampunan se ringan-ringannya.

Senin 2/12/2019 MA mengabulkan kasasi yang diajukan oleh mantan Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham terkait kasus korupsi PLTU Riau-1. "Amar putusan dikabulkan," ujar ketua majelis Hakim bersuara lantang yang dipimpin Suhadi.

Kompas.com edisi 24/4/2019 menjelaskan secara singkat keterlibatan Idrus dalam kasus suap guna mempermulus proses penandatanganan perjanjian purchase power agreement (PPA) proyek tersebut yang melibatkan perusahaan Blackgold Natural Resources ltd. (BNR).

Menurut majelis hakim saat itu, Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Idrus dinilai terbukti menerima suap bersama-sama dengan Eni (politisi Golkar di DPR). 

Penyerahan uang dari Kotjo (BNR) kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Saat itu, Idrus mengisi jabatan Ketua Umum Golkar karena ketua umum sebelumnya, Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.  

Idrus terbukti berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.

Pada 23 April 2019 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Idrus 3 tahun penjara. Akan tetapi entah bagaimana pada 20 Mei 2019 Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Idrus menjadi 5 tahun penjara.

Baru saja menikmati udara penjara selama 6 tiba-tiba MA majelis hakim MA dipimpin Suhadi mengumumkan keringanan hukuman Idrus, mengurangi 2 tahun penjara. 

Artinya masa tahanan Idrus adalah 3 tahun saja. Bisa jadi (jika dapat remisi untuk koruptor) Idrus hanya perlu mendekam 1,5 tahun saja lagi hukuman.

Apa pasal naik turunnya hukuman terhadap Idrus bagaikan naik turunnya voltase arus listrik seperti kasus suap listrik yang menjerat Idrus.

Meski kita juga sama-sama tahu bahwa bisa saja timbul perkembangan terkini yang meringankan tersangka (terpidana) akan tetapi kasus OTT terhadap staf Idrus dan orang dekat Idrus di rumah dinas Idrus pada saat itu telah memperkua Idrus terlibat di dalam proyek korupsi tersebut.

Jika ketua Mahkamah Agung (MA) pertama mampu melihat beginilah kini perkembangan karya anak bangsa di MA bisa jadi bapak MA pertama itu akan menyesalinya. 

Menyesali karena amal bakti dan loyalitas jujurnya tergerus oleh waktu ketika MA sekarang diperkuat oleh sosok-sosok rakus dan tamak seperti Akil Mochtar dan 20 hakim yang telah tertangkap disebutkan di atas.

Ini ada satu kisah intregritas ketua MA pertama ketika menangani kasus penculikan terhadap Sutan Syahrir, Perdana Menteri Indonesia saat itu. Setelah diperiksa ternyata dalang penculikan adalah antek-antek Presiden Soekarno diketuai oleh Mayor Jenderal Soedarsono.

Ketika Bung Karno meminta Kusumah Atmaja agar "jangan terlalu keras-keras" pada tersangka tidak membuat Kusumah Atmaja melunak. Ketua MA pertama itu langsung menggebrak, permintaan itu ditolaknya. 

Ia malah mengancam akan mengundurkan diri dari jabatannya JIKA presiden (Soekarno) ikut intervensi kasus tersebut. Menurutnya, independensi institusi Kehakiman tidak dapat diintervensi oleh siapapun, Presiden sekalipun.

Hasilnya, beberapa orang dekat Soekarno yang terlibat dalam penculikan "bung Kecil" divonis penjara. Soedarsono divonis 4 tahun. M Yamin 4 tahun. Boediarto 3,5 tahun. Semuanya lancar tidak ada yang turun naik hingga masa tahanan selesai. 

Kini, ketika tunjangan dan fasilitas ketua MA dan hakim MA menggelegak bin menggelegar kenapa timbul peristiwa-peristiwa yang memalukan?

Lihat Peraturan Pemerintah nomor 55/2014  pada sejumlah fasilitas dan tunjangan sebagai berikut : Tunjangan jabatan; Rumah negara; Fasilitas transportasi; Jaminan kesehatan; Jaminan keamanan; Biaya perjalanan dinas; Kedudukan protokol; Penghasilan pensiun; Tunjangan lainnya.

Selain gaji hakim MA mempunyai tunjangan yang disebutkan di atas, nilai keseluruhannya terdiri atas : Ketua Mahkamah Agung Rp121.6 juta; Wakil Ketua Mahkamah Agung Rp82.4 juta; Ketua Muda Mahkamah Agung Rp77.5 juta dan Hakim Agung Mahkamah Agung RP72.8 juta.

Lumayan sekali bukan? Jadi mengapa masih bisa memberi vonis naik turun untuk pelaku koruptor. Apakah karena hakim MA juga manusia? 

Jika itu masalahnya pantaslah seperti saya meski tidak pernah merasakan fasilitas seperti nilai kemewahan di atas.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun