Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Deng Xiaoping Pernah Ingatkan Cara "Mengatasi" Hong Kong

7 Oktober 2019   21:41 Diperbarui: 8 Oktober 2019   08:53 1660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstran di Hong Kong memakai masker dan membawa payung di Causeway Bay pada Minggu (6/10/2019)| Antara Foto/Reuters/Jorge Silva

Meskipun Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi telah dibatalkan pemberlakuannya oleh pemerintah Hong Kong pada 9 Juli 2019 lalu, unjuk rasa Hong Kong tidak padam. Hingga saat tulisan ini dibuat aksi yang awalnya dilakukan segelintir orang itu kini telah diikuti jutaan orang dari berbagai golongan usia dan profesi.

Banyak informasi mengatakan awal demonstrasi terjadi pada 9 Juni 2019 akan tetapi sesungguhnya pertama sekali terjadi pada Maret 2019 saat ribuan orang memperotes RUU yang disampaikan oleh Biro Keamanan Hong Kong pada Parlemen (Central People's Government). Sesuai sumber ini.

Aksi "Gerakan Payung" atau The Umbrella Movement" ada juga yang mengatakan "Anti-Extradition Law Amendment Bill (ELAB) Movement" kini telah membara ke mana-mana. 

Perlawanan sengit para remaja, pemuda dan pemudi Hong Kong semakin membara ketika media barat yang meliput aksi demonstran mengatakan aksi tersebut adalah aksi pro demokrasi.

Perpecahan di parlemen Hong Kong pun makin membuat beringas para demonstran. Di parlemen Hong Kong terdapat dua kubu yakni pro demokrasi dan pro Tiongkok (penentang pro demokrasi).

Polisi dan pasukan keamanan Hong Kong tampaknya tak kuasa menahan laju gelombang para demonstran yang dinilai yang terdahsyat dari yang pernah ada sebelumnya sejak Hong Kong kembali ke pangkuan Tiongkok pada 1 Juli 1997 lalu.

Berbagai cara ditempuh untuk meredam hingga tong sampah pun dilemparkan polisi tidak membuat surut demonstran.

Perayaan 70 tahun kemenangan Komunis China atau disebut "V-Day" dalam atraksi parade militer terbesar dalam sejarah Tiongkok pada 1 Oktober 2019 lalu tampaknya tidak membuat para demonstran Hong Kong bangga menjadi bagian dari Tiongkok karena aksi ELAB tampaknya telah berubah haluan.

Penolakan RUU Ekstradisi kini makin berkembang menjadi tuntuan pengunduran diri Carrie Lam sebagai kepala pemerintahan Hong Kong yang secara de facto adalah sebagai pemeritahan administratif khusus dari Tiongkok. 

Tuntutan itu pun tampaknya tak akan berhenti sampai disitu karena kini mengarah pada isu menolak konsep negara 2 sistem. Akibatnya demonstrasi itu kini mirip sebuah revolusi, pembebasan dari pengaruh Tiongkok, kongkretnya adalah "Merdeka dari Tiongkok."

Tampaknya pemerintahan Tiongkok mulai mencium aroma tersebut. Hal itu terlontar dari Zhang Xiaoming salah satu pejabat Tiongkok. 

Dalam sebuah semiar di Shenzhen pada 7/8/2019 lalu ia mengatakan "Dalam beberapa tahun terakhir kondisi masyarakat Hong Kong sangat tidak stabil. Jika kerusuhan meletup di Hong Kong memungkinkan pemerintah Pusat melakukan intervensi."

Era Tiongkok saat ini adalah eranya Xi Jinping yang dikenal berpikiran modern namun untuk urusan persatuan Tiongkok tampaknya masih berlaku pikiran tokoh pemersatu Tiongkok modern Deng Xiaoping.

Sumber Gambar : ft.com. Foto Deng Xiaoping diedit oleh Penulis
Sumber Gambar : ft.com. Foto Deng Xiaoping diedit oleh Penulis

Meskipun Deng Xiaoping tidak pernah menginjakkan kakinya di Hong Kong hingga akhir hayatnya pada Februari 1997 atau 5 bulan sebelum diserahkan oleh Inggris pada Tiongkok tapi Deng pernah mengingatkan sesuatu untuk si "Mutiara dari Timur" tersebut.

Menurut sumber ini edisi 1/9/2019, pada 1984 Deng pernah memperingatkan pentingnya menjaga Hong Kong dari hasutan dan gangguan. 

Menurutnya, Hong Kong tidak saja sebuah simbol pemulihan kedaulatan Tiongkok akan tetapi adalah layanan (tugas) pencegahan terhadap pihak-pihak yang berusaha menghasut untuk menimbulkan gangguan di sana. Hadirnya pasukan Tiongkok diharapkan dapat mencegah atau memadamkan gangguan tersebut," ujarnya.

Pada 1987 saat Deng kembali memberikan peringatan. Di hadapan anggota Komite Penyusunan Dasar Hukum Hong Kong ia mengatakan "Jangan berpikir semuanya akan baik-baik saja jika pengelolaan Hong Kong dikelola semata-mata (hanya) oleh orang Hong Kong saja tidak melibatkan orang pusat (Beijing-red). Tetapi bisakah terjadi sesuatu wilayah yang bisa membahayakan dasar negara? Jika itu terjadi haruskah Beijing melakukan intervensi atau tidak." mengingatkan secara implisit komite penyusunan dasar hukum Hong Kong memperhatikan langkah antisipasi.

Entah ada kaitannya dengan itu atau tidak, faktanya peringatan Deng tersebut telah menjadi salah satu aturan, membolehkan tentara rakyat China (PLA) hadir di sana jika kondisi seperti di atas terjadi. UU Hong Kong membolehkan PLA hadir di sana jika situasinya memenuhi syarat sesuai ketentuan. 

Kini pemerintah pusat Tiongkok telah siap sedia menghadapi segala risiko terburuk. Menghadapi bringasnya demonstran mungkin akan dihadapi dengan "tangan besi" Beijing. Jika Beijing kecolongan di Hong Kong mungkin saja kawasan lainnya akan melakukan hal yang sama terhadap pemerintah pusat Tiongkok.

Beberapa media mengatakan tidak ada alasan Beijing mengirimkan tentara ke Hong Kong. Akan tetapi media lainnya, Reuters edisi 30 September 2019 menulis saat ini terdapat 12.000-an The People's Liberation Army's Hong Kong Garrison telah masuk ke Hong Kong siap beraksi menunggu perintah Xi Jinping.

Berbagai sumber mengatakan sejak pertengahan Agustus 2019 sebanyak 500-an kendaraan militer termasuk tank PLA telah dipindahkan ke sebuah stadion dekat pantai Shenzen yang berdekatan dengan perbatasan pantai Hong Kong. 

Mungkin itu sekadar warning walaupun sumber lain mengatakan hanya butuh 10 menit PLA mencapai Hong Kong jika situasinya mengharuskan bergerak.

Faktanya saat ini tiga matra angkatan bersenjata (darat, laut dan udara) telah masuk ke Hong Kong memperkuat polisi Hong Kong dan PLA Hong Kong Garrison .

Gentarkah para demonstran? Jangan harap. Chanel News Asia edisi 6/10/2019 melaporkan ratusan demonstran telah "menyerang" barak militer PLA di sebuah garnizun di sudut kota Hong Kong. Mereka menyoroti gedung itu dengan sinar laser yang mereka tembakkan dari senter laser.

Sejumlah PLA yang berbasis di sana masih membiarkan protes tersebut sambil mengingatkan dengan pengeras suara"Awas Anda Melanggar Hukum, Anda Dapat Dihukum."

Hingga kini PLA belum bergerak karena masih mempercayai polisi Hong Kong mengatasi tantangan tersebut. Apa jadinya jika suatu saat PLA tak mampu menahan rasa sabarnya lagi hingga bertindak mirip cara mengatasi gerakan perlawanan mahasiswa di lapangan Tiananmen pada 1989 lalu?

Hong Kong "korban" permainan 2 sistem yang menuntut "kemerdekaan." Secara implisit mungkin saja tidak ingin diintervensi oleh Beijing dalam banyak hal termasuk ekstradisi. Secara eksplisit bisa jadi ingin memerdekakan dirinya secara total dari cengkeraman Tiongkok.

Potensi PLA bakal bertindak represif bakal terjadi apalagi ternyata gerakan ELAB awalnya sebuah protes terhadap RUU ekstradisi lambat laun berubah menjadi banyak hal dan yang paling dikhawatirkan Tiongkok adalah Kemerdekaan Hong Kong.

Abangggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun