Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kemendikbud "Pekerjakan" Pensiunan, Tenaga Honorer Mau ke Mana?

8 Agustus 2019   14:33 Diperbarui: 9 Agustus 2019   03:11 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: sultra.inikata.com.

Setiap keputusan selalu ada sisi baik dan buruknya, ada yang diuntungkan dan tentu saja ada yang merasa dirugikan. Akan tetapi rencana Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Muhadjir Effendy akan "menunda" masa pensiun para Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajarannya tampaknya musti dikaji ulang dan pikirkan kembali matang-matang.

"Menunda" (sengaja ditulis dengan tanda petik) adalah konotasi yang lahir dari pernyataan Mendikbud sebagai berikut: "Aturannya sedang kita siapkan. Jadi bukan diperpanjang masa pensiunnya ya, masa pengabdiannya diminta diperpanjang sampai ada ASN pengganti. Karena itu, sebaiknya yang pensiun menunda dulu dari tidak aktifnya, nanti pengabdiannya diberi insentif dari bos," ujarnya saat menghadiri konvensi nasional Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS) di Universitas Muhammadiyah, Malang pada7 Agustus 2019.

Meski agak membingungkan perbedaan pengertian frasa "bukan diperpanjang masa pensiunnya" dengan "masa pengabdiannya diminta diperpanjang" tapi penulis simpulkan pernyataan itu adalah "menunda."

Jika rencana tersebut terealisir kemungkinan positif akan terjadi adalah tidak terjadi kekosongan tenaga pengajar sehingga peserta didik tetap dapat mengikuti kegiatan belajar hingga ASN pengganti telah siap.

Sisi positif lainnya adalah memberi peluang kepada pemerintah mengurus pengangkatan tenaga honorer yang telah ditetapkan dalam kuota sebelumnya.

Jika tenaga honorer terus bertambah dikhawatirkan pengurusan pengangkatan yang sedang dibuat, terganggu. Mengacu pada istilah Muhadjir, "agar bisa selesai urusannya."

Di sisi lain, sisi negatif apa yang akan terjadi JIKA rencana tersebut dijalankan?

Sebelum melihat sisi negatif mari kita simak beberapa hal dibaliknya antara lain adalah kebijkan umum pensiun yang berlaku.

Mengacu pada Surat Kepala BKN nomor K.26-30/V.119-2/99 tertanggal 3 Oktober 2017 tentang Batas Usia Bagi PNS Yang Memegang Jabatan Fungsional, menetapkan batas waktu usia pensiun, yaitu: 

  • 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan;
  • 60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya; dan
  • 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku pejabat fungsional ahli utama.

Melihat pada ketentuan di atas usia pensiun tenaga fungsional kelompok mana pun ternyata berusia antara 58 hingga 65 tahun.

Jika kelompok pensiun tersebut diperpanjang masa aktifnya berarti tenaga yang sudah masuk katagori kurang produktif tersebut akan diperpanjang masa kerjanya usianya jadi di atas 58 hingga 65 tahun.

Secara pengalaman mungkin bisa diandalkan tapi dari sisi kesehatan, kekuatan, konsistensi belum lagi secara psikologis menjadi tenaga honorer (diperbantukan) apakah kelompok pensiunan itu dapat diandalkan untuk mencapai sasaran Kegiatan Belajar Mengajar setiap saat, setiap hari, minggu berganti bulan dan berbilang tahun secara sistematis?

Mempekerjakan tenaga pensiun juga akan mempersempit peluang tenaga kerja baru yang energik dan penuh warna, idea dan gagasan mengisi suasana baru sebuah lingkungan kerja. 

Entah posisinya sebagai honorer atau ASN new comer tenaga kerja baru memberikan suasana segar pada sebuah lingkungan kerja. Pada mereka semangat dan mobilitas kerja dapat diharapkan dibandingkan para tenaga pensiun yang justru mulai susah diatur oleh pimpinannya apalagi dipimpin tenaga usia muda. Mau "berantam" setiap hari?

Ditinjau dari tinjauan kesehatan tenaga pensiunan mulai tidak prima pada performanya. Sering sakit dan tidak kuat berdiri lama-lama menyerang kelompok usia 55 tahun ke atas tersebut meskipun ada yang kuat dan sehat secara fisiologis hingga di atas 65 tahun tapi jumlahnya tidak seberapa banyak.

Secara antomi usia di atas 55 tahun apalagi diatas 65 tahun sudah mulai terjadi pengenduran otot-otot sehingga kekuatan dan konsentrasi pun sudah mulai menurun.

Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan tujuan ingin dicapai yakni mobilitas tinggi sehingga KBM berjalan lancar dan dinamis.

Penggunaan dana BOS untuk membayar gaji tenaga pensiun (disebut honor atau Guru Tidak Tetap) apakah dibolehkan? Sesuai dengan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018 disebutkan dana BOS yang diterima sekolah setiap triwulan atau semester, dapat digunakan untuk pembayaran langganan daya, jasa, dan juga honor.

Bersediakah nantinya para pensiunan dibayar dengan honor seadanya sebagaimana aturan honor untuk tenaga GTT lain, padahal tenaga pensiunan telah menikmati aneka fasilitas, tunjungan dan gaji pokok tergolong menggiurkan jauh di atas upah honorer. 

Meskipun ada yang mengatakan soal gaji atau uang bukan ukuran semata tapi penulis yakin Anda pasti punya jawaban yang lebih realistis tentang hal itu.

Di samping itu tidak semua lembaga pendidikan cukup dana membayar upah tenaga pensiunan dengan uang BOS karena dana tersebut lebih skala prioritas digunakan bagi keperluan lainnya.

Meski baru bersifat rencana faktanya sudah ada pemerintah daerah yang sudah siap sedia mengimplementasikan program tersebut lebih awal yakni pemkab Lahat, Sumsel telah mengumumkan akan mempekerjakan kembali guru pensiunan sebagaimana dikutip dari palembang.tribunnews.com.

Dari kalangan tenaga penisunan sendiri pun belum tentu mau dipekerjakan kembali sebab mereka telah mengabdi puluhan tahun membangun masa depan cikal bakal bangsa ini, sudah saatnya mereka ingin beristirahat dan melepas penat, menikmati masa tua bersama anak dan cucunya. 

Jadi rencana Mendikbud tersebut ternyata benar-benar "menggentarkan dunia" rasanya.

Cuma sekadar saran saja, sepatutnya Mendikbud dapat berkoordinasi dengan jajaran terkaitnya mereevaluasi rencana kurang produktif tersebut. Semoga tidak dianggap mengajari bebek berenang, hehehehe..

Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun