Islam sebagai Ad Din (agama) yang sempurna yang mencakup segala aspek dalam kehidupan, mulai dalam aspek pendidikan, sosial,
ekonomi, dan lain sebagainya. Dalam aspek ekonomi kita melihat bahwa harta memiliki kedudukan yang penting dalam Islam. Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dharuriat (memelihara kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia) yang tidak mudah untuk ditinggalkan begitu saja.
Hubungan harta didalam kehidupan selain sebagai memenuhi kebutuhan hidup juga sebagai sarana amal ibadah dan amal shalih. Adapun dalam prioritas dalam pemanfaat harta adalah untuk melaksanakan kewajiban/perkara yang wajib (kebutuhan primer), kemudian perkara sunnah (kebutuhan sekunder), baru kemudian perkara yang mubah (kebutuhan tersier). Adapun aktifitas yang makruh sebaiknya ditinggalkan dan yang haram harus ditinggalkan.
Pemanfaatan dalam pembelanjaan/pengeluaran harta yang baik dalam Islam diantaranya :
Pertama, Harta yang dimiliki wajib dikeluarkan untuk nafkah orang – orang yang ditanggungnya, seperti : anak – anak dan istri, kemudian orang tua dan karib kerabat atau orang lain yang menjadi tanggungannya untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan.
Qs. Al Baqarah 2:233
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلا وُسْعَهَا لا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian.” (Al Baqarah 2:233)
Kedua, Untuk pembayaran hutang. Orang yang memiiki hutang wajib melunasinya dan menyegerakan dan tidak ditunda tunda dalam pembayaran. Pembayaran hutang merupakan pembelanjaan yang wajib dikeluarkan, agar tidak menjadi beban.
Ketiga. Mengeluarkan zakat. Bagi yang memiliki kelebihan harta yang mencukupi nishab atau hawl-nya. Juga menjadi salah satu bentuk mensucikan harta seseorang, karna didalam harta tersebut terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan.
Qs. At Taubah 9:103 dan Ad Dzariyat 51:19
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At Taubah 9:103)
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.” (Ad Dzariyat 51:19)