Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pancasila sebagai Bagian Hidup Manusia Indonesia

1 Juni 2023   08:54 Diperbarui: 1 Juni 2023   09:01 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Data dari Fb penulis tertanggal 25 Juni 2014 lulus program pendidikan di CCNU, Wuhan.  Dokpri

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila sudah lama diajarkan di sekolah sejak penulis lahir. Pancasila dihafal di sekolah dasar agama, madrasah ibtidaiyyah, pada waktu itu. Pada acara kelulusan siswa, samen, istilah kampungnya, kemungkinan dari istilah bahasa Belanda 'samen" (artinya together). Di kampung saat itu, kenaikan kelas diisi oleh hiburan ala kampung. Anak-anak diminta untuk pentas sebagai orator. Teks-nya diberikan oleh guru, antara lain tentang Pancasila, cinta tanah air dan sebagainya. 

Para alumni biasanya mendesak pak guru, untuk tampil di acara kenaikan kelas tersebut. Memberikan hiburan untuk memeriahkan acara. Selain dari pidato para pimpinan desa, serta doa dari ajengan yang dituakan di kampung tersebut. Pidato pimpinan dan aparat pada masa Orde Baru sangat klise, sesuatu yang abstrak bagi masyarakat desa yang sederhana. Ajakan mendukung pemerintah demi pembangunan nasional. Pancasila saat itu disebut, oleh para pakar, sebagai ideologi tertutup.

Perjalanan Pancasila di jenjang pendidikan menengah juga masih relatif sama. Sebuah perekat bagi kebhinekaan Indonesia. Indonesia adalah warna warni dengan beragam sukubangsa, beragam bahasa, beragam agama dan aliran kepercayaan. Sebagai bagian dari mayoritas, lalu mengenal mayoritas lainnya, Suku Jawa, sehingga sukubangsa sendiri adalah mayoritas kedua. Dalam beragama masih dalam koridor mayoritas. Di jenjang pendidikan menengah mengenal ada guru yang beragama Hindu. Memiliki karakteristik yang berbeda, dan pemimpin di sekolah mendorong para murid untuk memberikan penghargaan dan penghormatan yang setara kepada sesame manusia.

Perjalanan selanjutnya membawa penulis mengalami pembelajaran di Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Palmerstone North, dan Wuhan. Penulis mengalami pengalaman sebagai minoritas dalam aspek nasional dan global. Merasakan bagaimana rasanya dipandang aneh oleh kaum lain, yang tidak memahami kekitaan yang melekat pada diri kita. Adapula pengalaman ajakan dari oknum mahasiswa yang mengajak pengajian, dengan berputar-putar arah, lalu mengaji dengan ayat-ayat Qur'an yang ditandai. Ayat-ayat dari sini, kesini, lalu kesini. 

Dan tidak menerima dialog dan diskusi. Pengalaman sekali saja di era tahun 1996-an di Jakarta. Setelah itu tidak mau ikut lagi. Pengajian yang mencurigakan. Pengajian yang pernah penulis ikuti pada era 1996-an lainnya adalah pengajian "Bang Imad" di Kramat Raya, Toko Gunung Agung, kalau tidak salah, di Masjidnya. Ini adalah pengajian yang menarik dari seorang aktifis yang menjalankan apa yang dikatakannya. Aktifis mahasiswa ITB yang legendaris, aktifis anti merokok yang menyebutkan bahwa orang yang merokok itu, saat dia kecanduan, maka ia telah 'meng-ilah-kan rokok'.  

Ini adalah pengajian yang menarik dari seorang ideolog perintis Masjid Salman ITB. Pernah pula mengikuti pengajian kelompok tertentu yang mengajarkan puasa mutih, puasa empat puluh hari, dan ritual lainnya dalam bungkus agama dan ritual tradisional dari ajakan seorang teman sekelas.

Pengajian malam hari, sekitar daerah Senen atau Kwitang, penulis lupa. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, penulis yang saat itu masih berstatus mahasiswa baru di ibukota, belum aktif di organisasi kampus, mendapatkan pengalaman dan wawasan bahwa di Jakarta, dan juga kota besar lainnya, memiliki berbagai kegiatan yang orientasinya berbeda-beda. Seseorang harus dapat meneliti dengan cermat, agar tidak terjerumus pada aliran yang tidak benar. Membawa kepada pemahaman, keyakinan, dan aktifitas yang tidak sesuai dengan keyakinan yang sebelumnya dipelajari, yaitu tentang Pancasila sebagai dasar negara, dan Islam sebagai gerakan dakwah yang rahmatan lil alamin.

Sebelum ke Jakarta, untuk kuliah, pemikiran tentang Islam yang rahmatan lil alamin sudah diajarkan para guru. Mereka juga mengajarkan untuk jangan terlalu takjub dengan isme-isme yang diajarkan di perkuliahan maupun di masyarakat. Jadilah perekat umat, jangan malah memecah-belah umat. Diajarkan untuk bisa hidup pada berbagai situasi, di daerah maupun perkotaan. 

Modal hidup diajarkan berupa keterampilan "ilmu-ilmu alat", etos kerja, cara berkomunikasi, presentasi diri, disiplin dan keterampilan-keterampilan tertentu yang muncul sebagai hasil dari gali potensi diri masing-masing. Karena pada hakikatnya manusia itu adalah sama dan setara, itu merupakan kesimpulan penulis. Yang membuat jadi tidak setara adalah ketidak percayaan diri, kelemahan dalam ilmu dan teknologi, penguasaan 'ilmu-ilmu alat' (bahasa).

Belum tentu orang berkulit putih, bule, itu lebih intelektual daripada orang Asia. Secara historis mungkin benar, tetapi saat bekerja di dunia akademik, dan menemukan fakta bahwa mereka juga banyak yang tidak berpendidikan tinggi, dan mereka hanya fokus pada bidang kerjanya saja. Tidak ada alasan untuk merasa inferior. Agar tidak disepelekan orang asing, maka bangs akita harus memiliki nilai-nilai dalam beraktifitas. Misalnya jangan "jam karet" serta memiliki integritas diri.

Nasionalisme akan lebih terpacu ketika kita berada di luar negeri. Melaksanakan upacara bendera, menyanyikan lagi kebangsaan, akan terasa lebih membanggakan dan mengharukan. Patriotisme dan Nasionalisme akan begitu menggebu-gebu. Sesama warga negara Indonesia, ketika bertemu di luar negeri, akan merasa sebagai saudara. Walaupun, ada juga beberapa warga negara Indonesia, ketika bertemu di luar negeri, tidak mau menegur, mungkin karena preferensi dirinya yang berbeda, merasa lebih dari yang lain. Menyebalkan memang, tapi itu realitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun