Mohon tunggu...
Agung Ari Antono
Agung Ari Antono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Anglaras Ilining Banyu Angeli Ora ning ora keli

Agung Ari Antono, S.H menulis adalah cara untuk mengekpresikan keinginan dan harapan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Bibit Toleransi Antar Manusia Menuju Toleransi Beragama

12 Februari 2018   03:24 Diperbarui: 12 Februari 2018   03:48 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia adalah makhluk tuhan yang berasal dari ovum dan ribuan sperma yang saling bergesekkan untuk sampai dan bertemu dengan ovum yang nantinya akan menjadi janin, dan janin akan terlahir dengan sebutan bayi pranatal, bayi itu berkembang juga tumbuh sebagai seorang anak manusia

Sama halnya dengan sebuah toleransi yang lahir dari rahim agama itu sendiri, jadi tergantung perkembangan agama itu sendiri. Rasanya terlalu tajam jika saya mencoba membahas agama, karena di dalamnya tanpa kita sadari terdapat kepekaan yang sangat tajam.

Hal ini disebabkan setiap agama mempunyai klaim kemutlakan masing-masing, sehingga sudah barang tentu klaim kebenaran itu ada dalam tubuh agama atau bisa disebut sebagai subjektifitas yang terdapat di dalam sebuah agama. Agama yang satu tidak akan mau mengatakan agama yang lain mempunyai kebenaran atau sebaliknya.

Kebenaran adalah milik tuhan yang maha mutlak, dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa agama yang paling diridlo'i adalah agama islam, dengan menggunakan kata 'inda() yang diartikan sebagai yang dimiliki, karena sebab dimiliki allha ridloi islam sebagai agama. Sehingga bisa dikatakan kesalahan mengartikan ayat tersebut dapat menjadikan klaim akan kemutlakan agama.

Klaim kemutlakan adalah kesalahan dalam mengartikan pengajaran (wahyu) yang diberikan tuhan kepada kita. Perlu kita ketahui islam hadir ditengah-tengah orang arab bukan berarti islam hanya untuk bangsa arab saja, bukan pula untuk rahmatal lil muslim, tetapi islam itu rahmatal lil alamin.

Bukan hanya itu saja tetapi juga didalam konteks pembawaan kebenaran yang menjadi sebuah pembenaran yang mutlak tanpa menggunakan kaidah kebenaran yang benar, sehingga mengganggap semua yang ada di dalam agama lain itu salah. Menurut penulis hal tersebut hanya berkutat kepada kebenaran yang dibawa oleh setiap agama.

Serupa dengan ideologi dunia. kita ketahui bersama yang paling berpengaruh di dunia hanya ada islam dan Komunis saja. Revolusi Iran yang dibawa oleh para tokoh islam yang dipimpin oleh Imam Khumaini  walaupun mereka membawa kebenarantetapi realitasnya hanya subjektifitas yang mereka anggap benar bagi setiap ideologi

Subjektifiitas agama dijadikan sebagai arogansi membawa kita bergerakkan dengan klaim kemutlakan itu sebagai sebuah kebenaran. Sederhananya, jika kita mempunyai sebuah kebenaran, maka sudah menjadi kewajiban moril untuk membawa kebenaran tersebut, karena dapat mendatangkan kebaikkan serta kebahagiaan bagi kita.

Hal tersebut dalam islam disebut dengan amal sholeh, apalagi jika kita berhasil mengajak orang lain untuk ikut membawa klaim kebenaran tersebut, serta akan menjadi sebuah kejahatan moril yang dinamakan sebagai egosentris, jika kita menyembunyikan sebuah kebenaran dan tidak menularkan kepada orang lain.

Dalam penulisan tentang agama ada sendi-sendi yang harus kita jaga atau mengatur subtansi pers tersebut, karena di dalam agama banyak sensitifitas yang terkadang tanpa kita sadari dalam pembahasan agama kita merobeknya begitu saja, maka wajar-wajar saja dewasa ini banyak yang terkena jebakkan dalam label agama.

Tetapi bukan berarti agama membelenggu manusia dalam kurungan kepercayaan itu sendiri. Meminjam ungkapan Robert N bellahtentang muhammad, menurutnya "Nabi Muhammad SAW berpikir melewati batas zamannya", karena dapat menghasilkan perubahan yang signifikan dalam menghasilkan inovasi-inovasi baru, seperti yang terjadi pada saat piagam madinah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun