Mohon tunggu...
AANG JUMPUTRA
AANG JUMPUTRA Mohon Tunggu... Freelancer - Admin Social Media
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menyajikan konten yang cerdas, terupdate, dan terlengkap

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

DIKTI Kita Saat Ini, Catatan Mingguan : 18 Agt-24 Agt 2019

25 Agustus 2019   07:15 Diperbarui: 25 Agustus 2019   07:19 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kranjingan.com

Tukiman Tarunasayoga (JC Tukiman Taruna)

Ketua Dewan Penyantun UNIKA Soegijapranata Semarang

Tidak terlalu berlebihan jika Kemristekdikti saya catat dalam minggu ini sebagai instansi yang sangat signifikan "memanfaatkan" hari-hari akhirnya menjelang pergantian kabinet; dan utamanya DIKTI sangat pantas distabilo hijau dalam catatan ini. Ada sekurangnya tiga hal penting terjadi dalam DIKTI akhir-akhir ini.

Hal penting pertama ialah adanya klusterisasi PT. Dari semua jumlah PT yang ada di Indonesia, Kemristekdikti membagi ke dalam 5 kluster sesuai dengan performance tiap-tiap PT yang bersangkutan. Ada 13 PT termasuk kluster satu (1), 70 PT kluster dua (2), dan selebihnya termasuk kluster 3, 4, dan 5 masing-masing jumlahnya ratusan. Maknanya apa? Salahsatu maknanya ialah, marilah kita realistis melihat betapa tidak ada 100 PT di Indonesia yang bisa tembus ke kluster 1 dan 2. 

Klusterisasi sebenarnya relatif sama dengan pemeringkatan yang dilakukan lewat yang disebutnya outcome-based atau berbasis-kinerja. Komponennya terdiri dari kinerja masukan berbobot 40 persen (terdiri dari  input 15 persen, proses 25 persen), dan keluaran 60 persen; (meliputi output 25 persen dan outcomes 35 persen).

Hal penting kedua ialah memuncaki "heboh" tentang rektor asing yang berkembang dalam dua bulan terakhir ini, -rupanya serangan bertubi-tubi diterimanya dari berbagai pihak- , pihak DIKTI rupanya melunak dengan lontaran wacananya bahwa di tahun 2020 mendatang ada dua PTS (baca: perguruan tinggi swasta) yang dianggap siap untuk dipimpin oleh rektor asing. 

Apa makna "pergeseran" ini, yaitu awalnya kencang sekali wacana rektor asing yang tentunya dan harusnya untuk PTN, namun bergeser ke PTS? Tiga makna saya catat, satu, dikotomi negeri -- swasta di PT memang selayaknya semakin hilang karena yang terpenting adalah capaian kinerja. 

Dua, dapat sangat dipahami kalau sejumlah tokoh (dari PTN?)  menolak keras wacana rektor asing mengingat akan terjadinya kesulitan internal di PTN itu seandainya dipimpin oleh rektor asing. 

Sebutlah di antara kesulitan itu ada pada status badan hukum dan ikutannya dengan posisi majelis wali amanat yang ada di PTN. Dan tiga, jiwa nasionalisme yang terusik ketika dipandang kurang mampu bersaing dengan orang asing berkaitan dengan kepemimpinan.

Hal penting ketiga, sinyal menarik yang sedang terjadi di pemilihan calon rektor  Universitas Indonesia (UI) pantas menjadi alternatif pilihan menarik. Setelah melalui proses penjaringan dan penyaringan, ada beberapa kandidat yang akan "bertarung" untuk memenangkan kompetisi dan kelak terpilih sebagai rektor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun