Mohon tunggu...
aan anshori
aan anshori Mohon Tunggu... Buruh - Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD)

Humanitarian worker and researcher

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konstruksi Gelap Pemurtadan Rosnida*

10 Desember 2015   10:30 Diperbarui: 10 Desember 2015   11:22 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Aan Anshori[2]

NAMA Rosnida tiba-tiba mencuat ke publik. Dosen Fakultas Da'wah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Aceh ini dianggap “mempermalukan” institusi tempat ia mengajar. Doktor jebolan Flinders University ini -bahkan- dituduh telah melukai dan tidak menghormati tradisi Aceh. Media online beraliran kanan menudingnya telah melakukan pemurtadan terhadap mahasiswanya. Kenapa demikia? Sebenarnya persoalannya “cukup sepele”. Rosnida mengajak beberapa mahasiswanya berkunjung ke salah satu gereja di Aceh. Dalam refleksinya sebagaimana dimuat australiaplus.com, kunjungan tersebut dalam rangka belajar gender dari perspektif agama. Dia sekaligus ingin mengenalkan arti toleransi terhadap agama lain.

Melalui kunjungan itu, dia berharap mahasiswanya lebih bisa memahami keragaman yang ada. Rosnida nampak sekali terkesan dengan kehidupan yang ia alami sewaktu tinggal bersama keluarga Kristen di Adelaide[3]. Dia mengungkapkan pentingnya memahami dan mengenal tradisi agama lain. Sangat mungkin dia meyakini bahwa koeksistensi sulit terjadi jika tidak saling memahami. Rosnida meniscayakan silaturahmi adalah kunci. Namun dia agaknya lupa jika hidup di Aceh, sebuah etalase penting penerapan syariat Islam formal di Indonesia. Aceh memang eksotik. Keberadaannya sebagai wajah Islam-normatif tidak henti-hentinya menjadi gunjingan banyak orang. Dalam banyak hal, Islam Aceh terasa masam dan tidak ramah, baik terhadap perempuan maupun kelompok non muslim.

Pascatulisan reflektifnya beredar di jejaring sosial, ia dikecam banyak orang. Pengecamnya mungkin semakin gusar saat menjumpai foto “intimidatif”dalam tulisan itu; beberapa mahasiswi berderet di bangku gereja, dengan laki-laki tampak berdiri seperti tengah menjelaskan sesuatu. Tidak hanya kecaman, Rosnida juga mendapat ancaman bunuh. Otoritas kampus tempat ia mengajar juga bersiap-siap meberikan sanksi terhadap perempuan ini. Publik tentu bertanya-tanya, bagaimana mungkin mengunjungi sebuah rumah ibadah agama lain (gereja) mendorong banyak pihak merasa histeris hingga sampai ada yang mengancam-bunuh Rosnida? Bagaimana sesungguhnya potret konstruksi teks suci (al Qur’an) yang dipahami para pembenci tindakan Rosnida?

Mengokohkan Pertahanan
Muslim meyakini al Qur'an merupakan kitab suci, petunjuk bagi pemeluknya. Ia berstatus sempurna dengan masa keberlakuan tak terbatas. Alquran sendiri diimani sebagai panduan hidup yang bersifat pasti, mengikat dan selaras jaman (shalih li kulli zaman wa makan). Di dalamnya terdapat banyak ayat yang menyeru penghormatan terhadap keragaman, komitmen menjunjung tinggi -baik keadilan maupun kemanusiaan. Meskipun demikian, harus diakui bahwa al Quran juga memuat tidak sedikit teks -yang jika dipahami secara literal- terasa problematis dan bernuansa konfrontatif terhadap pemeluk agama/keyakinan lain.

Jika kita percaya setiap ayat mempunyai latar belakang pewahyuannya (asbab an nuzul), saya menduga teks problematis tersebut diturunkan dalam rangka merespon kejadian tertentu kala itu. Sungguhpun demikian, jika teks-teks problematis tersebut dikunyah mentah maka pengerasan sikap intolerani di internal muslim akan terjadi. Apalagi jika pengunyahnya mengesampingkan prinsip-prinsip universal -seperti keadilan, kesetaraan, pembebasan dan kemanusian- yang banyak bertaburan dalam al-Quran.

Pembenci aksi Rosnida sangat mungkin mengawali sikapnya dengan mengunci persepsi bahwa umat Islam punya derajat lebih tinggi dibanding umat sebelumnya.[4] Status beriman (islam) dan tidak beriman merupakan dua kata kunci krusial sebagai pembeda. Terdapat garis demarkasi tegas dengan berbagai konsekuensi yang harus ditanggung. Non muslim derajatnya “lebih rendah”. Dalam pidana Islam, jika muslim-merdeka (bukan budak) membunuh muslim-merdeka lainnya, pelaku dikenakan hukum qishash (bunuh). Namun hal ini tidak berlaku jika muslim membunuh kafir[5].

Upaya membentengi solidaritas di internal umat islam dibebat dalam sebuah esprite de corps; persaudaraan sejati dilandaskan pada kesamaan keyakinan.[6] Sangat kecil -untuk tidak mengatakan tidak ada- celah kebolehan bersekutu dengan non-muslim. Garisnya dianggap sangat tegas dan bersifat oposisi biner; jika tidak bagian dari kami (minna), maka ia berada di kelompok mereka (minhum). Untuk menjaga kesatuan barisan, seringkali diserukan agar umat Islam tetap berpegang teguh di jalan tuhan.[7] Mereka juga diharuskan memelihara solidaritas dengan cara saling tolong-menolong dalam kebaikan, bukan dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.[8] Tidak ada wilayah abu-abu antara yang beriman dan tidak. Semua dibuat terang.

Mendefinisikan Musuh
Kuatnya pembentengan aqidah ini memantik pertanyaan sederhana; siapakah yang dipersepsi sebagai musuh Islam sehingga perlu benteng kokoh seperti ini? Ada banyak kategori tentunya. Secara umum, tidak sedikit muslim yang mempersepsi musuh Islam adalah para pihak yang tidak mau menerima syariat Islam; menolak bertuhan kepada Alloh dan mengingkari Muhammad sebagai utusannya. Salah satu tugas penting orang beriman adalah mengajak non muslim untuk masuk Islam. Kita bisa mendapati teks yang mengabarkan jika kelompok Yahudi, Nasrani atau agama Pagan tidak mau berpindah ke Islam, mereka diwajibkan membayar jizyah; semacam biaya untuk mendapatkan proteksi, baik dari serangan musuh atau dalam rangka menjalankan keyakinannya. Diperangi merupakan opsi terakhir seandainya mereka menolak ajaran Islam dan tidak mau membayar jizyah.[9]

Khusus menyangkut Kekristenan, menjadi penting diketahui bahwa sikap al-Qur'an terbaca cukup konfrontatif terhadap siapapun yang mengimani Isa (Yesus) sebagai Anak Allah.[10] Klaim kafir juga siap dilabelkan bagi para pihak yang menyatakan; sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih putera Maryam[11], plus terhadap siapa saja yang mengimani bahwa Allah merupakan salah satu dari yang tiga (tsalitsu tsalatsah).[12] Kekristenan yang kukuh dengan pemahaman ini dianggap menyekutukan Allah. Kompensasinya sangat jelas; terkutuk di neraka.[13]

Agaknya, para penentang Rosnida mendapati kenyataan bahwa kebenaran-teks menyangkut posisi Yesus/isa dalam iman kristiani telah terkonfirmasi dengan realitas saat ini. Di Indonesia, ajaran trinitas yang mendasarkan pada pandangan Athanasius dianut oleh banyak denominasi gereja di Indonesia. Athanasius menjelaskan; that we worship one God in Trinity, and Trinity in unity. Neither confounding the Person, nor the dividing the substance (essense). For there is one Person of the Father, another of the Son, and another of the Holy Ghost. But Godhead of the Father, of the Son and of the Holy Ghost is all one, the glory equal, the Majesty coeternal”. [14] (Kita menyembah satu Allah dalam ketritunggalanNya, dan ketritunggalan dalam keesaanNya, tanpa mencampurbaurkan kepribadian, dan tidak memisahkan hakikatnya. Karena di sana ada satu pribadi dari Bapa, yang lain dari Anak, dan yang lain dengan Roh Kudus. Tetapi Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah esa dengan kemuliaan yang sama dan kewibawaan yang sama kekalnya).[15]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun