Mohon tunggu...
aan anshori
aan anshori Mohon Tunggu... Buruh - Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD)

Humanitarian worker and researcher

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perihal Lesbian dalam Al-Quran

9 September 2015   14:17 Diperbarui: 9 September 2015   14:55 3808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir semua penafsir memaknai kata وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاء اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحاً sebagai perempuan tua yang menopause dan tidak punya hasrat lagi untuk menikah. Para penerjemah al-Quran seperti Pikthall, Muhsin dan Hilali maupun Yusuf Ali juga mengikuti jejak para penafsir awal. Kita memahami bahwa kata dalam bahasa Arab punya banyak arti. Penting bagi kita tahu bahwa dalam Kamus al-Munawwir terbitan Pesantren Krapyak, kata qawaa’ida disamping punya arti pondasi, dasar, maupun berhenti, diksi tersebut juga punya arti menahan dan keengganan. Kedua ayat tersebut terbuka untuk diartikan “Perempuan –perempuan yang enggan, yaitu mereka yang tiada ingin kawin”.

Jika terjemahan ini yang dipakai maka semakin jelas al-Quran telah menyinggung keberadaan perempuan yang enggan kawin tanpa dibatasi oleh syarat menopause terlebih dahulu. Sebagaimana ada laki-laki yang tidak punya hasrat terhadap perempuan (QS 24:31)[1], kondisi perempuan-perempuan seperti ini bisa jadi dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya trauma berelasi dengan laki-laki, atau mempunyai orientasi seksual yang berbeda dari perempuan kebanyakan.

Absennya terjemahan maupun tafsiran al-Quran yang sensitif terhadap penerimaan perempuan lesbian merupakan hal lumrah dalam dunia ilmu pengetahuan yang hidup dalam tradisi patriarkhi ketat saat itu. Dalam cara pandang tradisi tersebut, heteronormativitas-prokreasi merupakan kebenaran mutlak yang harus dipertahankan dengan cara apapun, sampai kapanpun.

 Ayat lanjutan yang memungkinkan kita mengendus jejak lesbianisme ada pada QS al-Syuaara (42) 49:50.

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثاً وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki”

أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَاناً وَإِنَاثاً وَيَجْعَلُ مَن يَشَاءُ عَقِيماً إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ

“atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”.

Terjemah dan tafsir mainstream menyebut dua ayat di atas sebagai kuasa tuhan dalam memberikan anak/keturunan. Dia bisa menganugerahkan anak laki-laki saja sebagaimana kepada Ibrahim, atau hanya memberi anak perempuan seperti pada Nabi Nuh. Atau, Alloh punya otoritas memberi berkat berupa anak laki-laki dan perempuan sebagaimana kepada Nabi Muhammad. Atau bahkan, tuhan menjadikan seseorng mandul sehingga tidak bisa bereproduksi.

Perkembangan baru dalam tafsir berperspektif lesbian menunjukkan adanya cara baca yang cukup mengagetkan. Seperti yang didalilkan Mark Burstman dalam Queer Sexuality and Identity in the Quran and Hadith, dua ayat tersebut sangat mungkin tidak membicarakan tentang pemberian anak, namun justru dalam konteks penciptaan pasangan hidup. Tuhan menganugerahkan baik laki-laki maupun perempuan bagi siapa saja yang Dia kehendaki untuk dijadikan pasangan jiwa. Pemahaman ini tentu saja terdengar ganjil. Kelompok ini membangun argumentasinya pada dua hal. Pertama, digunakannya kata zawwaja yang berarti pasangan atau mengawinkan. Jika dimaknai 'berpasangan' dalam arti lahir kembar maka sangat jarang ada kelahiran kembar laki-laki dan perempuan. Kedua, kelompok ini mendalilkan bahwa hanya pada ayat ini, perempuan disebut dahulu ketimbang laki-laki. Hal ini dianggap tidak biasa mengingat laki-laki biasanya disebutkan pada posisi pertama sebelum perempuan sebagaimana QS. 3:195, 4:12, 4:124, 6:143-144, 16:97, 40:40, 49:13, 53:21, 53:45, 75:39 dan QS.92:3.

Berbagai ayat di atas tadi menantang kita untuk berfikir ulang mengenai posisi lesbianisme dalam teks suci. Penafsiran tersebut sangat mungkin dipersepsi sebagai upaya memperkosa teks demi melegalkan sebuah orientasi seksual yang antimainstream. Saya katakan tidak. Teks tidaklah mampu berbuat apa-apa sampai seseorang menggunakannya sebagai dalil. Teks bersifat tetap, sedangkan arti dan pemaknaannya bersifat relatif, tergantung dari sudut pandang masing-masing. Dan hal itu merupakan sesuatu yang lumrah dalam koridor keragaman tafsir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun