Mohon tunggu...
Bonifasius Aan
Bonifasius Aan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kue Lapis Kapitalis

26 Agustus 2017   21:27 Diperbarui: 8 September 2017   13:57 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cara kerja kaum kapitalis semakin mudah terbaca. Mereka memproduksi beragam klasifikasi sekaligus definisi pada setiap peluang yang mampu memenuhi kepentingan mereka. Misalnya saja sikap yang otonom yang mereka gambarkan bukan lagi sebagai keadaan dimana setiap orang mampu melakukan proses poduksi, distribusi, dan konsumsi sendiri. Konsep teknologi sebagai alat bantu pun telah mengkebiri kemanusiaan banyak orang, bahkan lebih dari itu. Semua makna yang mereka produksi memang benar-benar di amini oleh kelompok sub-ordinasi. Suatu contoh sederhana, misalnya kemunculan istilah "air bersih" yang berangkat dari fenomena pencemaran air oleh limbah pertambangan. Fenomena tersebut akan memicu kemunculan teknologi yang sangat membantu dengan dalih suatu solusi. Mesin-mesin yang dengan sangat canggih mampu menghilangkan minyak bahkan zat kimia yang terkandung dalam air pun mulai bermunculan. Namun, timbul pertanyaan, jika mesin ini adalah alat bantu untuk memungkinkan kemustahilan dari keputusasaan atas fenomena pencemaran air, kenapa harga jualnya sangat mahal? Tebak, berapa lapis penindasan yang kita alami dari satu fenomena?

Pertama,

Jika memang terjadi pencemaran terhadap air, kenapa tidak diciptakan saja suatu inovasi teknologi yang mampu mengurai limbah pertambangan menjadi sesuatu yang lebih berguna, sehingga limbah tersebut tidak perlu dialirkan ke sumber air bersih? Tentu hal ini tidak akan dilakukan, karena akan memangkas konsumen dari produsen air mineral.

Kedua,

Mesin-mesin canggih yang memungkinkan air tercemar bisa menjadi bersih kembali tidak akan dijual dengan harga murah, karena proses produksi mesin sendiri memperlihatkan bahwa mesin-mesin tersebut dapat terwujud dengan modal yang tidak sedikt pula. Namun, kembali lagi ke pertanyaan dan pernyataan sebelumnya, ini adalah bentuk pengarahan kita pada suatu ketergantungan namun berdalih solusi. Tentu yang akan membeli mesin tersebut adalah pemilik modal yang juga adalah kaki tangan mereka. Pada akhirnya kemandirian setiap orang justru diarahkan, pada bagaimana ia dapat memperoleh uang untuk membeli air bersih, air mineral dan lain sebagainya, dari pada menciptakan mesin-mesin canggih yang mampu mengurai limbah pertambangan menjadi sesuatu yang berguna. Sangat jelas terlihat, bahwa keadaan dimana setiap orang tetap mandiri memenuhi kebutuhannya, tanpa ketergantungan justru menjadi suatu keadaan yang mereka hindari.

Ketiga,

Produksi air mineral dan supply air bersih seolah menjadi jawaban akan permasalahan pencemaran air. Akan tetapi, berpedoman pada pernyataan pertama dan kedua, kehadiran masalah bertopeng solusi ini justru memproduksi ketergantungan baru dalam diri setiap orang.

Dengan sangat halus lapisan-lapisan penindasan ini saling menguntungkan satu sama lain. Sebut saja simbiosis mutualisme. Air sebagai komoditas utama dalam kebutuhan manusia justru dimanipulasi. Keberadaan air bersih yang sangatlah mungkin didapatkan oleh semua orang secara cuma-cuma, justru menjadi sebuah kebutuhan yang berbayar untuk mendapatkannya. Demikianlah bentuk komodifikasi yang mengubah "nilai guna" barang menjadi "nilai tukar".

Sederhananya, konsep teknologi sebagai alat bantu yang katanya mempermudah pekerjaan manusia dan menjadikan manusia lebih otonom justru menjadikan manusia itu sendiri cacat, memustahilkan suatu pekerjaan yang sangat mungkin ia lakukan. Manusia menelan sebuah kesadaran yang palsu.

Apakah suatu hal yang berlebihan apabila kita menyebut ini suatu penindasan yang berlapis-lapis? Atau masih ada rasa malu dalam diri untuk terlihan bodoh karena turut terjerumus dalam kesadaran palsu? Banyak hal dalam kehidupan ini yang dengan sangat halus bersinergi mempoduksi suatu penindasan yang berlapis. Dalam industri pendidikan, kenapa harus ada banyak hal yang tidak kita ketahui sementara ada banyak buku misalnya?

Akan semakin banyak definisi yang diproduksi dari cara kerja kaum kapitalis untuk mempersempit dunia kita, sementara wujud asli kekuasaan mereka semakin sulit dijinakkan dalam sebuah definisi. Setelah demikian muncullah sebuah pertanyaan baru mengenai bagaimana peran pemerintah dalam hal ini?

Apakah mungkin di dalamnya terdapat pula relasi kekuasaan yang saling bersepakat menekan kelompok sub-ordinasi?

Bonifasius Asvian Lamana

3 Febuari 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun