Mohon tunggu...
Aam Muhammad
Aam Muhammad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Urgensi Islam Nusantara sebagai Agama yang Moderat bagi Umat

12 Oktober 2018   08:21 Diperbarui: 12 Oktober 2018   08:44 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Besarnya jasa para santri dahulu atas perjuanganya demi merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Bahwa santri dan ulama benar-benar menjunjung tinggi martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hingga membakar semangat rakyat Indonesia berani berperang melawan para penjajah, meski dengan persenjataan terbatas. Ini pun berlandaskan dalam jiwa bahwa hubbu al-wathan min al-iman cinta tanah air adalah sebagian dari iman.

Menilik perjuangan santri pada masa penjajahan terlihat betapa besarnya kontribusinya dan para ulama akan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Dan sekarang kita harus dapat mencontoh semangat perjuangan itu untuk kemajuan Republik Indonesia. Salah satu hal yang terpenting dalam sebuah Negara adalah keamanan, bagaimana kita akan melakukan aktifitas belajar, bekerja dan beribadah jika di lingkungan kita ramai bentrok, kerusuhan dimana-mana bahkan hingga perang saudara. Begitupun harapan Negara juga terus maju hingga dapat mensejahterahkan rakyatnya, baik di bidang pendidikan, infrastruktur maupun ekonomi agar dapat bersaing dan menjadi contoh bagi Negara maju lainnya.

Tepat pada Minggu, 14 Juni 2015 KH. Said Aqil Siradj kembali mempopulerkan nama Islam Nusantara (IN) kepada publik saat acara Istighosah Menyambut Ramadhan dan Pembukaan Munas Alim Ulama di Masjid Istiqlal Jakarta. Istilah yang mengundang perhatian berbagai kalangan tersebut juga disetujui oleh Ir. H. Joko Widodo, bahkan menurut penuturan beliau sangat bersyukur Islam di Indonesia adalah Islam Nusantara Alhamdulillah, Islam kita Islam Nusantara, Islam yang penuh sopan santun, penuh tata krama dan toleransi. 

Presiden Indonesia yang memiliki sapaan akrab pak Jokowi itu, juga menceritakan dalam pidatonya di konferensi-konferensi internasional yang pernah beliau ikuti seperti, KAA (Konferensi Asia Afrika) dan G-20. ( Romli, 2016:17).  

Juga tidak asing ditelinga kita berbagai koran, televisi maupun media internet marak memberitakan tentang Islam Nusantara. Banyak sekali yang tak sependapat tentang pencetusan nama tersebut, juga tidak sedikit yang mendukung adanya IN sebagai icon Islam di Indonesia. Menimbang bahwa masyarakat Indonesia itu beragam, berbudaya dan tentunya mengutamakan kerukunan.

Dalam menanggapi hal itu, tentunya adanya Islam Nusantara sebagai agama yang memiliki prinsip moderat, mengutamakan kemaslahatan masyarakat yang tidak memihak kesana-sini dan tak menyudut pandangkan apapun sangat berpengaruh besar. Karena yang diinginkan adalah kedamaian yang dapat mewarnai dunia.

Seperti ungkapan Mohamad Guntur Romli, bahwa salah satu dari tujuh poin Islam Nusntara adalah moderat (tawassuth), tidak ekstrem dan tidak radikal, selalu mencari jalan tengah dan sintesis. ( Ramli, 2016:68).

Begitupun menurut penuturan KH. Musthofa Bisri, mengatakan Islam Nusantara sebagai sistem nilai dan penerapannya dalam menanggapi masalah-masalah aktual dari waktu ke waktu. Beliau cenderung melihat IN pada nilai-nilai yang selama ini dipraktikkan, diresapi dan dijadikan prinsip warga NU seperti, tasammuh (toleran), tawazun (seimbang/harmoni), tawasuth (moderat), taadul (keadilan) dan amr maruf nahi munkar. (nu.or.id).

Dari kedua pernyataan diatas jelaslah, bahwa Islam Nusantara sangat menghargai pendapat dari golongan apapun, tak mendiskriminasi atapun terlalu berlebihan dengan argumennya sendiri. Apalagi mementingkan golongan tertentu. Selain itu, IN juga tetap melestarikan budaya luhur yang tetap menjalin persaudaraan antara umat beragama. Seperti KH. Ahmad Shiddiq yang dulunya menjabat Rais Aam PBNU sering dirujuk oleh penganjur Islam Nusantara pernah mengenalkan tiga model ukhuwah (persaudaraan): persaudaraan keislaman (al-ukhuwah al-islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (al-ukhuwah al-wathaniyah) dan persaudaraan keislaman (al-ukhuwah al-basyariyah). ( Ramli, 2016:71).

Penerapan dalam islam nusantara lebih menyesuaikan pada zaman dan kondisi masyarakat. Jadi cenderung tidak kaku dalam menyampaikan ajaran islam. Sesuai apa yang diucapkan KH. Said Aqil Siradj, Islam Nusantara yang beliau maksud merujuk pada fakta sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara yang disebutnya dengan cara pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan keras, islam nusantara ini didakwahkan merangkul budaya, tidak malah memberangus budaya. ( Romli, 2016:18 )

KH. Maimoen Zubair saat mengisi pengajian acara halal bi halal  di Pondok Pesantren Qudsiyyah di Kabupaten kudus. Beliau menuturkan  ala al-aqili an-yakuna arifan bi zamanihi wa mustaqbilan fi syanihi maksudnya, bahwa orang yang berakal adalah orang yang mengetahui zamannya, dapat memposisikan dirinya dan tetap memegang teguh akhlaq dan nilai budi luhur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun