Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ragam Ekspresi Cinta pada Nabi Jangan Dipertentangkan

14 Oktober 2021   10:59 Diperbarui: 14 Oktober 2021   11:02 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bulan Rabbiulawal dikenal dengan Bulan Maulid yakni Bulan Lahirnya Rosululloh Muhammad SAW. Beliau adalah manusia terbaik dan termulia yang mendapatkan amanat dari Allah sebagai Rahmatanlill'alamin yakni Rahmat seluruh alam. Seluruh manusia. Artinya kelahiran beliau adalah sebagai salah satu tanda Rahman-Nya Allah buat manusia apapun latar belakangnya, apapun warna kulitnya dan apapun suku adatnya. 

Rahman yang berarti kasih sayang yang luas buat siapa saja. Dengan begini jelas sudah bahwa Kelahiran Nabi mestinya membawa kepada kita yang mengaku umatnya agar memiliki perasaan bersyukur kepada Allah dan juga menjadikan kita semakin mahabah atau cinta kepada Rosululloh SAW. Ekspresi dari hal itu mestinya melahirkan sifat welas asih dan sayang kepada sesama manusia. Wujudnya bermacam-macam misalnya menyukai perdamaian, lebih suka persatuan, menjaga silaturahim antar manusia, peduli dengan nasib orang kecil dll.

Maka menjadi janggal bagi saya andai Kelahiran Nabi malah dijadikan ajang perdebatan perihal dalil. Misalnya ada yang berucap "Saya tidak merayakan Maulid" dengan alasan tidak ada dalil yang jelas. Saya membayangkan betapa hina dan kurangajarnya kita andai ucapan itu didengar oleh Rosululloh. Padahal Rosululloh pun menghormati dan merayakan hari lahirnya wujudnya beliau ekspresikan dengan puasa hari senin.  Sebagaimana sabda beliau :, "Itu adalah hari kelahiranku dan pada hari itu wahyu diturunkan kepadaku." (HR. Muslim)

Gus Baha pernah dawuh tentang logika maulid. Misalnya seseorang bapak senang atas kelahiran anaknya, padahal anaknya tersebut belum tentu jelas nasibnya, tidak tahu apakah nanti jadi anak yang nakal atau tidak dan itu pun sudah senang. Sedangkan kelahiran Nabi yang jelas pasti membawa keselamatan di dunia dan di akherat malah disangkal. Malah diragukan. Kan aneh.

Lagi-lagi muara persoalan ini bisajadi berasal dari ibadah yang dipadatkan. Kalau dicari asbabulwurudnya tidak mungkin ada Muludan di zaman Rosululloh sebagaimana juga tidak mungkin Rosululloh mengisi kajian dengan media microphone, ibadah one week one juz, mengisi kajian lewat online, ceramah via youtube dsb. Rentang waktu dari era Rosululloh sampai hari ini seharusnya kita baca sebagai jalur media bukan taklid buta pada tekstualnya. Lihatlah isinya bukan bungkusnya. Artinya selama isinya sesuai AlQur'an dan Assunah maka selama itu pula ia dikategorikan sebagai ibadah.

Ekspresi merayakan Maulid pun bermacam-macam. Ada yang mengadakan Acara Muludan, Ada yang dengan membaca Sejarah Nabi, Ada yang mengekspresikan dengan mengikuti Sunah Nabi, Ada yang membuat Kitab tentang Sejarah Nabi dll maka ekspresi ini tidak boleh kita pertentangkan dan tidak boleh kita salahkan sejauh isinya sesuai AlQur'an dan Assunah. Misalnya ada yang menggelar Acara Muludan ya silakan karena disitu ada pembacaan Al Qur'an, ada pembacaan sholawat dan ada pengajian. 

Demikian juga yang tidak ikut muludan tetapi hanya mengamalkan sunahnya atau hanya membaca Sirah Nabi juga silahkan. Inilah persatuan. Inilah menghargai pendapat orang lain. Semua itu dalam rangka merayakan maulid. Memuliakan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Jadi, jangan sampai kita bilang "saya tidak merayakan maulid" sebab itu kurangajar dan su'uladab. Mestinya buat yang tidak ikut muludan, ucapannya bilang "Saya tidak ikut acara muludan tetapi saya merayakan maulid dengan cara yang lain." Itulah ekspresi menghormati dan menghargai pendapat orang lain.

Kembali ke Maulid Nabi.  Gus Baha dawuh dari Sayyid Zabidi bahwa Umat Islam lebih tinggi derajatnya lebih cerdas akalnya daripada penggemar Nabi Isa AS karena yang mengkultuskannya berlebihan malah menjadikannya Tuhan yaitu Kaum Nasrani sedangkan yang membencinya dengan menuduhnya zina juga salah yaitu Kaum Yahudi. Umat Islam akan diselamatkan Allah dari kesalahan semacam itu berkahnya kalimat sholawat. 

Allahuma sholi ala muhammad. Saat kita membaca sholawat menunjukan tanda mahabah cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW juga sebagai pengingat bahwa  Allah sebagai  pemberi ( ditandai dengan kata "Allahuma" ) sedangkan Nabi Muhammad SAW sebagai manusia paling layak menerima dari Allah ( ditandai dengan kalimat "Sholi ala Muhammad" ) sehingga siapapun saja umat Islam pasti tidak akan mendudukan  Nabi Muhammad SAW  sejajar dengan Allah. Artinya Nabi Muhammad tetap menjadi hamba dan Allah tetap sebagai Tuhan. Dan hal itu pula Umat Islam selamat berkah sholawat. Maka alangkah beruntungnya kita mempunyai Rosululloh SAW yang kelak semoga memberikan syafaatnya pada kita.

Maka sudahi perdebatan tidak kunjung usai perihal hukum merayakan maulid dan mulailah berlomba-lomba dengan memperbanyak sholawat. Berkah Sholawat, Kita akan Selamat. Yuk perbanyak membaca Sholawat dengan kesadaran bahwa Rosululloh akan memberi syafaat pada kita sehingga kita lebih khusyu dan dalam maknanya ketika membaca sholawat. Hadirkan sosok Rosululloh. Hadirkan ketawaduan kepada Rosululloh. Yuk Sholawat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun