Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Anak yang Mendahulukan Kulit daripada Isi

9 Maret 2021   14:59 Diperbarui: 9 Maret 2021   18:18 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketika saya dan teman sedang makan di angkringan, kami membahas tentang bagaimana pendidikan anak di Indonesia.

"Saya merasakan betapa kasihannya anak -- anak sekarang di usia segitu mereka sudah disibukan dengan PR -- PR, hafalan ayat -- ayat dan pengajaran tentang berbagai tata cara ibadah. Sepertinya ada yang kebalik dari pendidikan kita. Anak -- anak diajari tata cara ibadah tanpa tahu maksud dan tujuannya ibadah." Ucap teman saya

Saya pun merespon,

"Saya juga merasa begitu. Anak -- anak dipaksa mengenal kulit dulu daripada isi. Dipaksa bisa sholat dulu tanpa tahu maksud dan tujuan sholat. Dipaksa harus hafal -- hafal ayat tanpa tahu maksud dan tujuannya. Menjamurnya sekolah yang memaksa murid bisa hafal berapa surat -- surat bisa jadi gejalanya. Ironisnya lagi didoktrin tentang imbalan surga dan doktrin bakti orangtua dengan cita -- cita memberikan jubah mahkota orangtua di surga."

"Semestinya anak -- anak dikenalkan dulu dengan Allah. Bahwa Allah itu Tuhan semesta alam. Tapi jangan hanya ucapan saja. Anak -- anak diajak melihat alam. Melihat gunung bahwa gunung itu ciptaan Allah kita harus menjaganya. Bahwa binatang -- binatang seperti kucing, ayam, burung dll itu ciptaan Allah kita harus menyayanginya caranya kita ajak anak -- anak untuk memberi makanan pada kucing, ayam, burung dll. Diajari merawat lingkungan dengan cara membuang sampah pada tempatnya diajari bahwa bumi ini ciptaan Allah kita harus menjaga dan merawatnya."

"Setelah anak -- anak dikenalkan dengan Allah lewat berbagai macam ciptaanNya. Anak -- anak juga diajari sopan santun pada orangtua. Bahwa orangtua yang melahirkan dan membesarkan kita maka kita harus sayang dan bakti pada orangtua. Diajari praktik langsung. Misalnya cium tangan orangtua saat bepergian, diajari membantu orangtua dengan hal -- hal kecil merapikan tempat tidur menaruh barang pada tempatnya saat sudah selesai dipakai, diajari belajar bahasa yang sopan pada orangtua, dll FOKUS KARAKTER DIUTAMAKAN. Bisa lewat media alternatif bermain tradisional sambil menjelaskan sisi -- sisi kejujuran, tolong menolong dan gotongroyong dll"

"Anak -- anak juga jangan dibanding-bandingkan dengan orang lain dan sebaiknya kenali bakat minatnya. Bebaskan anak -- anak untuk bermain kesukaan mereka. Jangan dikekang. Biarkan keingintahuan mereka tumbuh terus. Ajarkan mereka mandiri dengan cara yang sederhana. Misalnya mengambil makan sendiri, minum sendiri dll sehingga mereka nanti tidak gampang bergantung pada orangtua. 

Ajari juga anak -- anak menghargai proses bukan hasil bahwa kegagalan itu bagus karena dengan gagal kita jadi tahu kekurangan dan ada perbaikan. Bayangkan jika anak dipaksa harus sempurna dan harus berprestasi sejak dini maka ketika mengalami kegagalan ia akan sedih dan menderita dan tidak tahu cara untuk bangkit. Jadi jangan doktrin anak supaya berprestasi tapi doktrinlah supaya anak menghargai kegagalan dengan begitu ia akan bisa survive di kehidupannya kelak."

"Setelah dikenalkan dengan Allah dan diajari berbudi pekerti dengan orangtua barulah anak diajari tata cara beribadah, diajari membaca AlQur'an dan diajari tadabbur ayat. Cukup 1 hari mentadabburi 1 ayat dengan praktik kebaikan langsung. Sehingga saat umur sudah baligh, mereka sudah punya gambaran inti sari beribadah."

Teman saya nyletuk. "Sayangnya kan kita terbalik. Anak -- anak malah diajari tata cara sholat dulu, dipaksa hafalan ayat -- ayat dulu, diajari ibadah transaksional bahwa kalau dikerjakan berpahala jika ditinggalkan akan disiksa dan sama sekali tidak dikenalkan dengan Allah. Akhirnya seperti sekarang. Ibadah tidak membekas dan anak -- anak merasa ibadah itu paksaan. Ibadah jadi terasa menakutkan."

Semoga saja ke depan ada perbaikan pendidikan anak -- anak. Aamiiin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun