Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Salah Banjir Mengandung

26 Februari 2020   20:23 Diperbarui: 26 Februari 2020   20:36 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan deras membanjiri ibukota. Sungai sudah tidak bisa menampung air akibat banyaknya sampah yang dibuang sembarangan oleh warga, air meluap dan menerjang pemukiman.

Di gedung apartemen lantai 65, Buzzer partai sedang bekerja. Dengan bermodal tiga ponsel dan satu laptop ia mulai menyerang lawan politiknya.

"Banjir datang. Waktunya kita serang Pak Ronis. Kerahkan semua buzzer dan banjiri media sosial dengan kritik habis-habisan Pak Ronis dengan begitu kita masih punya peluang menang di ibukota pada pemilu selanjutnya" ucap Pak Hastuhalu ( Ketua Relawan / buzzer Pak Jokojok )

Pak Armin pun yang bagian dari anggota Relawan Pak Jokojok ikut membanjiri media sosial melawan Pak Ronis.

Di lain pihak buzzer lawan tak tinggal diam. Hingga media sosial hanya berperang saling menyalahkan tanpa ada satupun yang mau dan belajar mencari solusi.

Hujan semakin deras, tampaknya malam ini tak ada tanda -- tanda berhenti. Meskipun begitu hujan tidak akan berpengaruh buat orang kaya yang punya apartemen tinggi, apapun hujannya yang terdampak selalu saja orang miskin.

"Pak, hujannya semakin deras. Bisa- bisa rumah kita tenggalam." Sang ibu menangis

"Sabar, bu. Sudah takdirnya Tuhan. Orang kecil kayak kita bisa apa. Orang kecil seperti kita ini hanya diperdulikan saat kampanye bu. Janjinya selangit, setelah jadi kita dilupakan. Ormas dijadikan kendaraan politik. Mirisnya banyak yang tidak sadar akan hal itu. Sudahlah bu. Jangan percaya partai politik lagi. Sudah terlalu lama kita dibodohi dan dibohongi." Jawab Sang suami dengan kekecewaan terlihat di wajahnya.

Ibukota memang gila. Tata kelola bangunan hanya diambil dari sudut ekonomi seperti mengandung banjir akibat kerakusan para oligarki. Tanah semakin habis ditutupi aspal membuat air sulit meresap ke dalam. Bangunan kaca tersebar dimana-mana memantulkan efek rumah kaca. Dan global warming pun sudah di depan warga ibukota.

Tiba -- tiba Sang Penyair muncul dari atas menara dan berbicara,

Wahai banjir mengapa kamu datang ?
Kamu menerjang pemukiman ibukota
berlarian bagai gumpalan besar yang perkasa
Memuntahkan comberan plastik, mobil, motor, dan kepentingan manusia lainnya
Airmu pun keruh dan sepertinya kamu sedang sakit, jawablah..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun