Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dioda Penghubung Cinta

24 Mei 2019   10:21 Diperbarui: 24 Mei 2019   10:48 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini aku dan Fajar sedang praktik kerja lapangan. Ada tugas untuk membuat rangkaian listrik. Kami mempersiapkan semuanya : kabel, saklar, baterai dsb. Kami belajar merangkai di sebuah mushola yang tak terpakai. Mushola milik mantan carik.

Tiba-tiba datang Bu Andin yang ikut mengamati praktik kerja lapangan kami. Bu Andin sedang mengandung anak buah cinta dengan suaminya. Ia adalah orang yang pernah dicintai Pak Guru. Takdir ternyata harus memisahkan mereka, dan kini mereka dipertemukan dengan kegiatan praktik rangkaian listrik.

Pak Guru terlihat gugup. Dalam hatinya ia senang bercampur sedih. Hatinya terasa hangat dan nyaman jika di dekat Bu Andin. Dalam hatinya pula ia bertanya-tanya untuk apa Bu Andin datang kemari. Melihat latihan praktik yang tidak berguna. Namun nyala cintanya membara walau sudah terlalu basah dengan air mata.

Bu Andin diam seribu bahasa. Mulutnya seakan terkunci, tetapi senyumannya terus membanjiri waktu.

"Tolong beli dioda ya, kita kurang satu komponen lagi. Kalian berdua tolong beli di Bu Ghofar?"

"Baik, Pak. " aku dan Fajar serentak menjawab

Kami bergegas pergi menuju Toko Bu Ghofur

Pak Guru pelan-pelan mendatangi Bu Andin yang duduk bersila dengan senyuman terus membanjiri.

"Mengapa kamu datang kesini, Ndin? Maafkanaku. Maafkanaku jika selama ini aku salah padamu. Aku meninggalkanmu sembilan purnama. Dan takdir ternyata harus membuat kita berpisah selamanya. " Pak Guru sampai bersujud pada Bu Andin. Ia menangis.

Bu Andin mencoba membangunkan Pak Guru dari sujudnya lalu Ia menampar pipi Pak Guru.

Ia tak bicara apapun, hanya senyuman dan air mata yang terus membanjiri. Mereka berpelukan dan terus menangis sesenggukan. Bahagia bercampur luka lara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun