Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki yang Berstempel Kebenaran

15 Oktober 2018   22:20 Diperbarui: 15 Oktober 2018   22:18 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi buta menjelang saat angin mendesir-desir di pasir laut, gemricik air bertarung suara pada bongkahan bebatuan hitam, sesekali bunyi ayam berkluruk milik warga yang saling bersautan membuka kran pencerahan akan datangnya ufuk. Berlayarlah perahu rakit kecil yang berisi sesaji, tumpeng dan ikhwal lainnya. Tabuhan menggema, doa demi doa dipanjatkan.

Segerombolan warga dusun penganut nenek moyang yang berbalut lugu dan tingkah polah sopan santunnya yang melangit, baik budinya, akhlaknya juga segan kepada para tamu hendak melarung rasa syukur pada Sang Kuasa yang dikendarai sebuah bingkai noktah pencerah atas nikmat panen raya yang melimpah dan kesehatan jantung yang terus berdetak pada detik alur kehidupan.

Alam memberikan petuah bijak lestari dengan merebaknya pohon-pohon yang menjulang, samudera yang membuncah gahar dan saut menyaut pada gendang telinga nada-nada kehidupan hakiki.

Lelaki Berstempel Kebenaran datang merenggut hal itu. Ia tak mengenal sejarah akan dinamika rasa mengalami dari Belum mengenal Tuhan dimulai dari Penyembahan pada bintang, bulan, matahari, pepohonan sampai Tuhan menunjukan dirinya sendiri sebagai Tuhan. Alur pengalaman ini telah hilang gelap kelam sebab Kebenaran baginya adalah Menghancurkan, memusuhi, melaknat, mengutuk, membantai, dan secara jamaah menggiring manusia menuju kematian sebelum mati.

Lelaki atas nama kebenaran dan perjuangan memburu perahu rakit warga yang hendak melarung. Layaknya Pahlawan pembela kebenaran, ia serang dan porak porandakan perahu rakit itu. Tidak karuan dikau menjajah hak asasi lewat persekusi yang dikira simfoni perkusi berhadiah. 

Tentu akhirnya, Para warga disana banyak yang terluka, berdarah dan menyisahkan tanda tanya besar. Jika kami salah mengapa tidak bimbing kami dengan kebijaksanaan atau Kami memang ingin seperti Setan yang berniat mengurangi jumlah penduduk surga dan ramai-ramai memasukan kami ke api neraka tanpa pernah dikau sedikitpun ajarkan cinta, kebijaksanaan dan kebaikan yang ramah dan mesra.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun