Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seri Ramadhan, Drama Musiman Islam Saat Ramadan

17 Mei 2018   09:08 Diperbarui: 17 Mei 2018   12:30 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Harus diakui bahwa tontonan adalah jualan. Jualan berangkat dari pangsa pasar. Pangsa pasar berangkat dari musiman. Wal hasil Bulan Puasa menjadi ajang jor-joran televisi membungkus acaranya supaya terlihat "lebih ngislami".

Boleh dibilang Bulan Puasa/Bulan Ramadhan kita akan menemukan suatu kondisi seolah-olah dikepung oleh yang berbau "islam". Meskipun secara hakikatnya jelas tidak bisa dirumuskan demikian. 

Acara yang berlabel Islam sangat mungkin juga tercemari gelontoran dana/sponsor dari pihak kapitalis yang dalam kesehariannya hanya berkutat pada uang. Demikian juga Bulan Puasa yang dilihat oleh kaum kapitalis bukan isinya tetapi bagaimana memanfaatkan momentum puasa untuk kepentingan untung dunianya yang menurut kita orang Islam justru sangat remeh dan rugi.

Dalam tayangan Ramadhan kita lagi-lagi justru dikepung dengan yang namanya "kelatahan". Bisa dicek di stasiun televisi yang dulunya ada kultum saat mau berbuka kini diganti acara show ketawa-ketawa. 

Demikian juga saat mau sahur, rating tertinggi kita hanya pada acara show ketawa-tawa. Apakah kita kurang bahagia sehingga momen istimewa Ramadhan malah diisi dengan banyak tertawa? Apakah kita sadar ada tujuan dibalik tayangan televisi yang bisa jadi berusaha mengurangi taraf kualitas Puasa dengan menyodorkan paket tayangan latah?

Tetapi harus diakui juga bahwa momen Ramadhan bisa jadi momen hijrah kalangan tertentu. Meskipun hijrah disini bukan terletak pada penampilan fisik tetapi lebih ke arah batin dan rohani. 

Momen Ramadhan, semuanya ngislami. Artis yang biasa lenggak lenggok pakai busana kurang bahan kini memakai kerudung bahkan ada saja umat non-muslim yang juga membeli pakaian taqwa ala koko ( yang padahal ini dulunya adalah pakaian Cina) seolah-olah larut dalam kekusyukan setengah matang pada momen puasa.

Muatannya mungkin ingin menghormati yang muslim atau sekedar untung-untungan supaya laku di pasaran televisi swasta.

Yang mengagetkan dan memuakan justru jika pakaian yang baik-baik. Artis pria pakai kopyah, sarung dan baju takwa sedangkan artis perempuan pakai kerudung itu hanya dipakai saat acara shooting saja. Artinya jika acara selesai semuanya normal kembali seperti tidak ada rasa rohani memiliki jiwa islam. Kondisi demikian jelas menunjukan kemunduran makna Ramadhan bagi kalangan tertentu kalau ujung-ujungnya hanya dijadikan drama musiman saat musim Ramadhan.

Apakah nilai-nilai Islam yang diungkapkan juga berposisi sama dengan pakaian yang dikenakan atau hanya dijadikan semacam kostum musiman yang goal terakhirnya adalah mencari laba di dunia alias uang?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun