Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikat Penjaga Kata

26 April 2018   20:22 Diperbarui: 26 April 2018   20:30 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dua orang yang duduk di bangku kuno perabot peninggalan Orang Belanda kini saling tatap menatap. Bisa dilihat betapa tajamnya tatapan mereka sampai aku yang berdiri disamping keduanya hanya dlombong. Mlongo. Aku heran gerangan apa yang membuat kedua orang itu saling menatap dengan pandangan yang sangat tajam. Berkelahi, ah bukan. Cinta, bukan juga. Soalnya ini laki-laki dengan laki-laki.Tidak mungkin itu. Kenal, tampaknya juga tidak. Tetapi dari baju mereka memang serasi ada corak merah dan putih yang aku sangka mereka malah tampak nasionalis sekali. Walaupun keduanya berbeda proporsi tubuhnya. Yang satu kurusan yang satunya lagi sangat gemuk.

"Diem-diem bae.. Ngomong dong" Aku memancing mereka untuk bicara

"Tidak sudi aku ngobrol sama kecebong!"

"Apa lagi aku, tidak sudi aku ngobrol sama unta kayak kamu!

Mendengar kata-kata aneh mereka, aku tertawa. Kalian ini kenapa. Lucu. Baperan. Atau jangan-jangan memang pekerjaan kalian ini hanya debat melulu sampai-sampai hal yang urgen pada hidup kalian malah dilupakan. Pikirku.

Aku merasa bersalah sebab kini mereka tidak lagi tatap-tatapan. Keduanya malah saling mengepalkan tangan. Keduanya tampak memamerkan ototnya masing-masing. Bukan hanya otot, mereka juga ngotot dengan pendapatnya. Mereka membawa secarik kertas berisi data-data untuk siap dijadikan adonan hidangan debat. Bulu kudukku merinding, jangan-jangan mereka mau menumpahkan air minum ke mukaku. Soalnya disana hanya ada gelas berisi air teh manis. Bagaimana kalau ada pedang, belati, panah atau golok di meja itu. Bisa-bisa aku tewas dengan isyarat bersalah karena sebagai orang yang memanasi suasana. Setidaknya aku agak lega sebab di meja itu hanya ada gelas air minum saja. Kalau nanti ada yang menumpahkannya kepadaku, ya aku minum saja. Soalnya aku juga lagi haus.

Tiba-tiba ada manusia tanpa muka datang kepada kami bertiga. Tampilannya rapi. Ia memakai jas hitam, dasi dan sepatu yang mengkilap. Jam tangannnya juga bagus. Ujug-ujug tanpa ngobrol, ia menyodorkan sebuah surat kepada kami. Surat itu ditali dengan tali pocong. Ngeri juga. Tetapi bukan itu permasalahannya karena aku sudah lama bergaul dengan pocong, kuntilanak, genderuwo dan Suster Ngesot. Kumpulan hantu itu aslinya baik mereka muncul untuk menyadarkan manusia bahwa mereka bisa hidup tanpa tersihir pesona dunia. Sementara manusia kini malah menjadikan dunia sebagai Tuhan segala permintaan. Uang dijadikan Tuhan. Hawa nafsu dijadikan Nabi. Ironis sekali tetapi bagaimana lagi itu yang kini kurasakan. Aku fikir itu buat salah satu dari dua orang disampingku, eh malah buat aku. Apalagi pengirimnya pun bikin bulu kuduk merinding. Malaikat Penjaga Kata dan kalimat

Surat itu bertulis...

Kepada : Katakuno
Dari : Malaikat Penjaga Kata dan Kalimat

Katakuno, kamu diamanati oleh Tuhan untuk menjelaskan kata-kata dan kalimat. Hari ini kata-kata sudah najis sebab manusia kini menjadikan kata-kata untuk menyerang manusia lainnya. Hari ini kata-kata digunakan untuk menyegel manusia lain dengan sebutan yang menyakitkan. Kamu harus menemukan batu bertuah di Gunung Katakini. Temukan segera! Jika tidak, nyawamu akan melayang

Katanggon, 16 April 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun