Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjadi Penolong di Masa Kini

14 Februari 2018   10:36 Diperbarui: 14 Februari 2018   11:42 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: alexicirelli.files.wordpress.com

Jam dua malam, Pak Cokro bertemu dengan Chairil, Pram dan Tan. Ketiganya sedang asyik ngobrol di pos ronda. Televisi yang menyala, papan catur, asap rokok begitulah kira-kira gambaran suasana disana. Sambil bakar-bakaran singkong dan rokokan sepertinya asyik dan menyenangkan.

"Saya ikut gabung ya, lumayan singkong bakarnya enak nih." Pak Cokro menawarkan diri untuk bergabung, dengan basa-basinya. Basa-basi juga bisa digunakan untuk memulai ucapan atau mengalihkan suatu percakapan. Kemampuan berbasa-basi harus digunakan untuk tujuan yang baik.

"ayo, sini Pak. Sekalian kita ngobrol bareng." Jawab Pram

Mereka kini duduk di dalam gardu pos ronda. Televisi yang tadi menyala, kini dimatikan supaya menambah kekusyukan dalam mengobrol.

"Salah satu manfaat dari adanya internet adalah mudahnya memberikan informasi dalam menggalang dana untuk sedekah, infaq, sodakoh, ataupun cara-cara yang lain. Orang yang tidak mampu karena mempunyai teman yang tahu informasi seputar penggalangan dana, bisa memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk saling tolong menolong. Misalnya situs kitabisa.com, aksi cepat tanggap, dompet dhuafa, dan lain sebagainya. Facebook ataupun whatsaap juga bisa digunakan untuk sarana itu. Jika tetangga kita ada yang miskin dan sangat butuh uluran dana dan bantuan, bisa diskusi sama teman-teman untuk menggalang dana. Bisa juga minta bantuan kepada pemerintah desa." Pak Cokro memulai

"Setuju, Pak. Internet harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kebaikan-kebaikan semacam itu. Saya ikut Gerak Sedekah Kebumen, Pak. Mirip seperti lembaga-lembaga yayasan tadi, hanya saja ini lingkupnya kabupaten. Tapi situs kitabisa.com yang Bapak paparkan tadi lebih memudahkan, sebab kita bisa langsung menggunakannya personal dan harus ada bukti kejadian tentunya." Chairil menjawab dengan GeEr sebab sudah ikut Kegiatan Sosial.

Pram langsung gerak cepat, ia menanyakan kepada semua hadirin.

"Ada yang tahu tentang petisi, gak?"

Pak Cokro yang sudah sepuh tentu tahu, namun ia mempersilahkan Tan untuk menjawab tentang petisi.

"Petisi adalah wadah suara menggunakan media internet menggunakan e-mail. Wadahnya melalui situs diChange.org nanti langsung diarahkan ke bagian Indonesia. Disana nanti muncul petisi-petisi. Biasanya tentang ketidaksetujuan dengan peraturan pemerintah, aktivis kemanusiaan, ada juga yang berjuang membela lingkungan, atau yang lain. Kita bisa menggunakan media ini untuk perjuangan. Daripada menulis komenan di medsos yang tidak jelas dan tidak menyelesaikan masalah, dengan kita ikut menandatangani sebuah petisi berarti suara kita akan didengar kepada pihak yang dipetisi. One voice One e-mail. Bayangkan jika ribuan suara atau jutaan suara dan semuanya sampai kepada yang dipetisi , jelas ini lebih kuat daripada hanya komen di media sosial saja."

"Kita juga bisa ikut berpartisipasi dengan menandatangani petisi yang sesuai dengan perjuangan dan kesetujuan kita. Simpel tetapi efeknya besar. Kita pun bisa melakukannya."

"Lho kita malah membahas internet, bukannya kita tadi mau membahas masalah" Ucap Pak Cokro

Semua menjadi terdiam dan berfikir, sejak kapan akan membahas masalah. Masalah seperti apa. Jangan-jangan Pak Cokro nglindur nih. Atau kesambet sesuatu. Semua malah senyum-senyum sepertinya mengejek Pak Cokro.

Tanpa kesepakatan dari Pram, Tan dan Chairil. Pak Cokro langsung nrocos begitu saja lagi.

" Cobalah berjalan di jalan sunyi. Jalan yang niatnya keikhlasan dan Ridho Tuhan. Jika ada masalah, bisa tidak kita menyelesaikan atau membantu. Jika bisa, bantulah dan jangan mengharap pamrih atau balas budi. Sebab jika cara berfikir kita balas-membalas, nanti kita akan kecewa saat misalnya ada kejadian kita membantu seseorang tetapi seseorang itu lupa dengan kebaikan kita. Harusnya kita bersukur sebab kebaikan kita telah menjadi sunyi. Dan sunyi adalah yang dekat dengan kecintaan Tuhan. Kuncinya adalah ikhlas dan siap berjuang tanpa pamrih dan tanpa mengharap balas jasa."

" Kalaupun kita tidak bisa menyelesaikan masalah, ya jangan menambah masalah. Minta bantuan kepada teman, saudara, keluarga, sesepuh, kyai, ulama atau siapa saja. Intinya jangan menangung beban masalah sendiri. Ngeri lagi, jika sok kuat menempuh jalan gelap demi kebaikan orangtua."

Chairil bingung dengan ucapan jalan gelap.

"Maksudnya jalan gelap itu apa, pak?"

"Misalnya mengambil rute dengan berkorban diri. Karena beban hidup berat, hidup dalam lingkup kemiskinan, orangtua sakit-sakitan sang anak punya cara berfikir dengan menjadi lonthe dengan tujuan nanti membantu orangtua. Cara berfikir ini salah meskipun tujuannya baik. Seharusnya perbanyak teman-teman atau curhat ke sesepuh atau ulama nanti pasti juga dikasih wejangan. Tugas utama ulama bukan mengajari ngaji tetapi sebagai wadah keluh kesah orang-orang yang mempunyai masalah. Artinya jalur mencari jawaban lewat ulama adalah jalur yang benar."

"Maka dari itu kita tidak boleh mencaci maki anak-anak jalanan, anak punk, pelacur, atau yang lainnya sebab niatan mereka melakukan itu kita tidak tahu menahu. Dan seharusnya tugas negaralah yang menolong orang-orang demikian. Bukan ngurusi kepentingan orang-orang kaya dengan membangun mol, tol ataupun gedung super mewah. Siapa yang akan menolong orang-orang seperti mereka kalau bukan kita semua. Maka dari itu pentingnya mempunyai saudara. Pentingnya belajar. Pentingnya mendidik anak dengan benar. Kalian nanti kan menjadi ayah. Kalian harus menjadi ayah yang baik yang mendidik anak juga dengan baik, menjadikan anak yang soleh solehah, berbudi pekeri luhur, berwawasan luas dan perduli dengan kepentingan sosial."

Pak Cokro meneruskan...

" Ibarat gelas. Kehidupan yang mereka bayangkan ya segelas itu. Hidup dengan kehidupan anak jalanan, anak punk, menjadi pelacur atau kehidupan gelap lainnya. Tugas kita bukan mengutuk mereka tetapi menambah keluasan cara pandang berfikir mereka. Bahwa dunia ini luas, bahwa dunia ini hanya sementara, bahwa ada akhirat yang akan menanti kita. Ironisnya orang-orang seperti mereka kebanyakan tidak tahu ilmu agama, boro-boro percaya akhirat. Yang salah siapa? Jika diruntut yang salah, ulama-ulama juga kena imbasnya sebab mereka juga bertanggungjawab dengan masyarakat di kampungnya masing-masing. Semoga saja ada yang menolong mereka dan Allah memberikan mereka hidayah Islam. Jadi, kita jangan terlalu bangga melihat ulama-ulama yang kondang tetapi dakwahnya hanya golongannya sendiri malah kadang-kadang sibuk ngurusi debat satu sama lain, sementara di tempat lain, banyak orang sedang merangkak di dunia. Hidup di dunia dengan berat dan susah. Orang seperti mereka, rumusnya adalah bisa makan sudah syukur, kita yang tiap hari makan enak pernah mendoakan orang-orang seperti mereka tidak."

Semua terdiam membisu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun