Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjadi Penolong di Masa Kini

14 Februari 2018   10:36 Diperbarui: 14 Februari 2018   11:42 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: alexicirelli.files.wordpress.com

"Lho kita malah membahas internet, bukannya kita tadi mau membahas masalah" Ucap Pak Cokro

Semua menjadi terdiam dan berfikir, sejak kapan akan membahas masalah. Masalah seperti apa. Jangan-jangan Pak Cokro nglindur nih. Atau kesambet sesuatu. Semua malah senyum-senyum sepertinya mengejek Pak Cokro.

Tanpa kesepakatan dari Pram, Tan dan Chairil. Pak Cokro langsung nrocos begitu saja lagi.

" Cobalah berjalan di jalan sunyi. Jalan yang niatnya keikhlasan dan Ridho Tuhan. Jika ada masalah, bisa tidak kita menyelesaikan atau membantu. Jika bisa, bantulah dan jangan mengharap pamrih atau balas budi. Sebab jika cara berfikir kita balas-membalas, nanti kita akan kecewa saat misalnya ada kejadian kita membantu seseorang tetapi seseorang itu lupa dengan kebaikan kita. Harusnya kita bersukur sebab kebaikan kita telah menjadi sunyi. Dan sunyi adalah yang dekat dengan kecintaan Tuhan. Kuncinya adalah ikhlas dan siap berjuang tanpa pamrih dan tanpa mengharap balas jasa."

" Kalaupun kita tidak bisa menyelesaikan masalah, ya jangan menambah masalah. Minta bantuan kepada teman, saudara, keluarga, sesepuh, kyai, ulama atau siapa saja. Intinya jangan menangung beban masalah sendiri. Ngeri lagi, jika sok kuat menempuh jalan gelap demi kebaikan orangtua."

Chairil bingung dengan ucapan jalan gelap.

"Maksudnya jalan gelap itu apa, pak?"

"Misalnya mengambil rute dengan berkorban diri. Karena beban hidup berat, hidup dalam lingkup kemiskinan, orangtua sakit-sakitan sang anak punya cara berfikir dengan menjadi lonthe dengan tujuan nanti membantu orangtua. Cara berfikir ini salah meskipun tujuannya baik. Seharusnya perbanyak teman-teman atau curhat ke sesepuh atau ulama nanti pasti juga dikasih wejangan. Tugas utama ulama bukan mengajari ngaji tetapi sebagai wadah keluh kesah orang-orang yang mempunyai masalah. Artinya jalur mencari jawaban lewat ulama adalah jalur yang benar."

"Maka dari itu kita tidak boleh mencaci maki anak-anak jalanan, anak punk, pelacur, atau yang lainnya sebab niatan mereka melakukan itu kita tidak tahu menahu. Dan seharusnya tugas negaralah yang menolong orang-orang demikian. Bukan ngurusi kepentingan orang-orang kaya dengan membangun mol, tol ataupun gedung super mewah. Siapa yang akan menolong orang-orang seperti mereka kalau bukan kita semua. Maka dari itu pentingnya mempunyai saudara. Pentingnya belajar. Pentingnya mendidik anak dengan benar. Kalian nanti kan menjadi ayah. Kalian harus menjadi ayah yang baik yang mendidik anak juga dengan baik, menjadikan anak yang soleh solehah, berbudi pekeri luhur, berwawasan luas dan perduli dengan kepentingan sosial."

Pak Cokro meneruskan...

" Ibarat gelas. Kehidupan yang mereka bayangkan ya segelas itu. Hidup dengan kehidupan anak jalanan, anak punk, menjadi pelacur atau kehidupan gelap lainnya. Tugas kita bukan mengutuk mereka tetapi menambah keluasan cara pandang berfikir mereka. Bahwa dunia ini luas, bahwa dunia ini hanya sementara, bahwa ada akhirat yang akan menanti kita. Ironisnya orang-orang seperti mereka kebanyakan tidak tahu ilmu agama, boro-boro percaya akhirat. Yang salah siapa? Jika diruntut yang salah, ulama-ulama juga kena imbasnya sebab mereka juga bertanggungjawab dengan masyarakat di kampungnya masing-masing. Semoga saja ada yang menolong mereka dan Allah memberikan mereka hidayah Islam. Jadi, kita jangan terlalu bangga melihat ulama-ulama yang kondang tetapi dakwahnya hanya golongannya sendiri malah kadang-kadang sibuk ngurusi debat satu sama lain, sementara di tempat lain, banyak orang sedang merangkak di dunia. Hidup di dunia dengan berat dan susah. Orang seperti mereka, rumusnya adalah bisa makan sudah syukur, kita yang tiap hari makan enak pernah mendoakan orang-orang seperti mereka tidak."

Semua terdiam membisu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun