Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Murid "Zaman Now" Amnesia, Guru Gila Uang

3 Februari 2018   16:57 Diperbarui: 3 Februari 2018   16:59 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : www.vidio.com

Ada apa dengan murid zaman now? Kok begitu berani sekali dengan gurunya, seperti baru-baru ini terjadi seorang guru tewas dibunuh oleh muridnya sendiri. Ada apa dengan guru? Ada apa dengan murid? Ada apa dengan sekolahan?

Jika kita runtut secara jujur dan secara dalam, awalnya adalah seseorang anak manusia yang membutuhkan ilmu dan ilmu itu bisa didapatkan jika ia punya guru, setelah punya guru maka dibutuhkan tempat untuk belajar yang akhirnya dinamakan sekolahan / madrasah. Dari proses ini saja sudah terlihat bahwa muridlah yang memerlukan guru supaya ia dapat ilmu. Bukan sebaliknya Guru yang perlu murid atau sekolahan yang perlu murid.\

Sayangnya kondisi ini tidak dirasakan secara mendalam oleh sebagian murid yang parahnya menganggap bahwa sekolahan itu biasa. Menjadi guru ya biasa toh itu juga pekerjaannya. Bahkan niat sekolahan untuk mencari ilmu, kadang-kadang hilang dengan anggapan bahwa sekolahan itu ya biasa saja sehingga kekuatan niat untuk mencari ilmu menjadi hilang, yang penting sekolah, yang penting berangkat sekolah. Asal bapak senang. Asal ibu senang.

Hal ini terjadi sebab kesadaran sekolah untuk mencari ilmu sudah tidak dimiliki oleh murid zaman now, bandingkan dengan murid yang dari keluarga miskin pastilah ia akan menyadari dalam-dalam akan pentingnya sekolah. Ia akan giat sekolah karena tahu bahwa sekolah itu tempat untuk mencari ilmu, biayanya mahal, dan orangtuanya dengan susah payah berjuang untuk membiayai sekolah.

Bandingkan jika murid tidak memiliki kesadaran demikian dan juga tidak menyadari bahwa dulu sekolah saja itu susah bukan main. Kini sekolah gratispun bisa jadi bumerang jika kesadaran untuk mencari ilmu itu telah tergantikan oleh ego sang murid yang menganggap sekolah adalah hal yang wajar. Padahal niat itu sangat penting dan utama. Niat yang baik dalam bersekolah akan menjadi peletak dasar bagaimana sang murid akan mengisi hari-hari di sekolahan kedepannya.

Tugas untuk menyadarkan kembali, meluruskan niat kembali dan menggambarkan akan sekolah kini dan dulu, bisa jadi jalan bagi murid membuka fikirannya untuk menerima secara jujur dan tulus bahwa sekolah itu tidak hanya wajar dan biasa tetapi membutuhkan niat yang kuat untuk mencari ilmu. Saya kira tugas guru dan orangtua zaman now perlu memperkuat kembali kesadaran semacam ini. Perlu meluruskan kembali fungsi dan tujuan bersekolah.

Faktor lain yang bisa membuat murid berani kepada guru bisa jadi pergaulan yang salah. Sebab saya yakin bahwa polesan awal dari keluarga tentu pasti adalah polesan yang baik, namun pergaulan dan media sosial bisa jadi bumerang kemajuan pendidikan zaman now. Pergaulan yang salah akan berdampak buruk meskipun murid itu baik dan juga media sosial kalau tidak diarahkan ke yang baik, bisa-bisa murid akan terpengaruh media sosial tersebut. 

Film-film atau kata-kata di media sosial ataupun acara televisi yang mempertontonkan tawuran, geng sekolah dan perkelahian murid dan guru, malah bisa menjadi racun bagi murid yang tentu kita paham bahwa masa-masa murid adalah masa-masa pencarian jati diri. Masa-masa yang rawan dan mudah berbelok dalam niat dan langkah. Peran masyarakat terutama orangtua seharusnya menjadi benteng yang kokoh dalam menjaga putra-putrinya untuk bergaul dan bermedia sosial yang baik. Harus diawasi dan dipantau meskipun tidak boleh dikekang.

Kita bisa belajar dari tradisi pesantren, disana ada yang namanya takzim / menghormati guru. Disana juga ditekankan pentingnya menghormati guru sebab keberkahan ilmu dimulai dari keridhoan sang guru. Tidak hanya itu saja, bahkan menghormati guru juga harus menghormati keluarga-keluarga dari sang guru. Para santri ditekankan takzim bahkan ketakziman itu lebih tinggi daripada talim itu sendiri. 

Artinya murid disadarkan fikirannya dan diluaskan pandangannya bahwa untuk mencapai suatu ilmu yang dari guru maka harus menghormati sang guru supaya keberkahan dan ilmu itu bisa meresap dalam-dalam ke dalam sanubari sang murid. Saya kira ini juga harus ditekankan oleh murid di sekolahan yang menurut saya justru akhir-akhir ini telah hilang. Guru hanya dijadikan komoditi pasar pendidikan bahkan murid seolah berpandangan 'guru kan digaji jadi tugas guru dong supaya muridnya pintar nanti kalau muridnya bodoh itu salah guru'. Pandangan semacam ini adalah racun dan kesalahan fatal akibat kurang pekanya murid pada proses belajar mengajar.

Setelah kepekaan dan kesadaran pentingnya menghormati guru dan kesadaran bedanya sekolah zaman now dan zaman old, maka diharapkan murid mengerti dengan benar posisinya. Ia adalah pelajar yang tugasnya adalah belajar. Jadi, kesadaran ilmu-guru-sekolahan-proses belajar-murid harus masuk ke dalam fikirannya secara mendalam dan matang. Sebab secara alur ilmu, murid padamulanya tidak tahu sebab sekolah dan belajar kepada guru menjadi tahu. Kesadaran menjadi tahu inilah yang perlu ditekankan kembali kepada murid generasi milenial yang gegabah dan congkak kepada ilmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun