Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Pasang Copot Kerudung dan Mengembalikan Esensi Berkerudung

21 November 2017   12:29 Diperbarui: 21 November 2017   12:36 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelepasan memakai kerudung oleh salah satu artis di tanah air menghebohkan santero jagad netizen. Jika dicermati ulang, ternyata bukan hanya artis tersebut sebab banyak perempuan-perempuan lain yang juga buka copot kerudung. Mungkin karena ini artis sehingga menjadi booming, entah itu pro dan kontra. Pertanyaannya, Bisakah kita jeli dan obyektif serta manusiawi memandang fenomena semacam ini?

Berangkat dari hal tersebut, Penulis berpendapat bahwa berkerudung itu bukanlah budaya yang hanya dimiliki oleh orang muslim saja. Tengoklah perempuan-perempuan Yahudi itu juga berkerudung, perempuan Kristen Katolik itu juga berkerudung, dan perempuan Muslim tentunya. Jika diruntut maka budaya berkerudung sudah ada sejak zaman dahulu dan dilakukan oleh berbagai umat beragama sehingga sebagai muslim pun kita tidak boleh mengklaim bahwa hanya Islam yang berkerudung.

Jika dilihat dari aspek tujuan memakai kerudung sebenarnya adalah menjaga etika, keluwesan, adab, sopan santun dan kelembutan. Goalnya adalah supaya lelaki bisa menjaga pandangannya.

Kita lihat, Q.S An-Nur : 31

"Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya ( dari hal yang dilarang agama), dan janganlah menampakan perhiasannya ( auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya ( auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan ( sesama Islam ) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung."

Penulis akan mentadabburi ayat ini, goalnya kita semua harus lebih baik, lebih beriman, lebih bertaqwa.

Pertama, Perintah memakai kerudung sebenarnya ditujukan kepada Orang yang Mukmin yang beriman.Poinnya disini akan menjurus ke dua tipe yakni beriman dan tidak beriman. Jadi,sudah jelas toleransi disini, bahwa jika kamu perempuan yang mukmin dan juga beriman, maka jagalah pandanganmu dengan cara memakai kerudung. Artinya, kalau seseorang tidak mau memakai kerudung atau copot pasang kerudung, harus siap menerima konsekuensinya di dunia dan di akherat dan kita tidak boleh memaksa bahkan menghina-hina orang yang tidak berkerudung. Sebab ranah disini sudah masuk toleransi.

Kita pun harus menilai esensi kerudung di ayat itu, tujuan berkerudung bukan hanya patuh dengan Perintah Tuhan tetapi juga bertujuan menjaga pandangan laki-laki sehingga berkerudung itu memang harus menutupi dada juga.Lihatfenomena berkerudung yang hanya bagai penutup kepala tanpa menutupi dada, sudah luput dari ayat ini.Apakah pantas disebut kerudung ? Kerudung itu bukan terletak pada bagus atau mahalnya tetapi kedalaman niatnya dan kepatuhannya kepada Tuhan.

Ada juga yang memakai kerudung saat musiman. Demam berkerudung. Ramai-ramai berkerudung saat Ramadhan kemudian lepas lagi. Kita tidak perlu marah dan menghina mereka, sebab esensi berkerudung memang belum mereka temukan. Sehingga jika ada masalah, mudah goyah.Akhirnya pasang copot kerudung.

Ada juga yang memakai kerudung hanya saat menghadiri proses pengadilan. Orang-orang ini dikesehariannya tidak pernah memakai kerudung tetapi saat proses pengadilan ia memakai kerudung. Kalau lelaki mungkin memakai peci atau baju taqwa (ada-ada saja baju kok taqwa). Entah apa maksudnya mungkin supaya dinilai orang baik. Kondisi semacam ini bukan hanya bikin manusia lain marah tetapi orang seperti ini sudah menjatuhkan image dari memakai kerudung.

Ada juga yang memakai kerudung sebagai pencitraan atau tampil beken. Niatnya sudah bukan menjaga pandangan lagi tetapi menjadi pusat pandangan. Kerudung dibuat sedemikian rupa, sehingga munculah tren hijaber. Memakai kerudung yang goalnya kepatuhan dan menjaga pandangan kini beralih menjadi ajang pamer di media sosial. Belum jika niatnya adalah menutup aib sehingga di masyarakat dipandang orang itu baik. Jelas lebih mengerikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun