Mohon tunggu...
Aura
Aura Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Menulis supaya tidak bingung. IG/Threads: aurayleigh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Bunyi Tanah", Merawat Ingatan Bencana Melalui Bebunyian

24 September 2021   13:36 Diperbarui: 25 September 2021   02:33 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa instalasi seni dalam pameran Re-Imagine Bikon Blewut. "Bunyi Tanah" diperdengarkan melalui pelantang suara yang terdapat di sisi sebelah kanan. (Foto dokumentasi milik Komunitas KAHE/R-IBB)

Kehadiran "Bunyi Tanah", diyakini oleh kedua empunya, sebagai upaya untuk mendekati Flores dari salah satu sisinya, yaitu bencana gempa. Menurut Ama, kebudayaan orang-orang Flores yang sangat lekat dengan praktik seni bunyi menjadi permulaan yang menarik untuk membuka tawaran pembacaan data pergerakan tanah di Pulau Flores.

Selama ini, bunyi dan musik bagi manusia digunakan sebagai alat komunikasi kebudayaan dengan beragam fungsi perayaan kehidupan---baik suka maupun duka. Posisi musik dan bunyi yang lahir dan dirawat dalam kebudayaan orang-orang Flores menjadi semakin krusial karena kontribusi Gereja Katolik dan beberapa lembaga pendidikan seminari. 

Hal itulah yang membuat Ama dan Rio memilih bebunyian sebagai sebuah pendekatan untuk membangkitkan ingatan mengenai bencana gempa, sekaligus merawat kewaspadaan mengenainya.

Maka, "Bunyi Tanah" dimaksudkan sebagai sebuah medium komunikasi yang diharapkan dapat merambat ke dalam sensor ingatan yang mulai kabur terhadap catatan gempa dan selama ini sering diabaikan.

Pada dasarnya, "Bunyi Tanah" berasal dari sonifikasi data gempa kepulauan Flores dalam rentang tahun 1961 -- 2020. Ia adalah sebuah proyek interpretasi yang berupaya untuk menerjemahkan data seismik pergerakan tanah Flores yang tercatat dalam algoritma seni bunyi.

Data tersebut diidentifikasi dan diunduh dari arsip Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) yang kemudian diolah menggunakan perangkat lunak memanfaatkan teknologi Javascript. Audio yang diciptakan diolah dari parameter nilai tahun, bulan, magnitudo, dan kedalaman gempa bumi yang direpresentasikan dalam instrumen glockenspiel dan marimba.

Dalam menggarap "Bunyi Tanah", kedua seniman pertama-tama menentukan instrumen yang akan dipakai dan tempo untuk penanda. glockenspiel, misalnya, digunakan untuk parameter magnitudo. 

Ada 3 tempo berbeda yang digunakan. Magnitudo 1 sampai 4 menggunakan tempo 1x, magnitudo 4,1 sampai 6 menggunakan tempo 2x, dan magnitudo 6,1 ke atas menggunakan tempo 3x.

Selama proses kreatif berlangsung, Ama dan Rio tidak mengalami kesulitan yang berarti. Kedekatan mereka dengan wacana kegempaan dan data sains membuat mereka dapat dengan mudah menemukan arsip-arsip tentang Flores. 

Lagipula, Ama dan Rio menggunakan framework dan software opensource yang sudah siap pakai. Hanya saja, berhubung project software yang digunakan sudah tidak dikelola dengan baik oleh kreatornya, Rio mengakui ada sedikit kesulitan dalam proses instalasi software. Banyak dependencies atau plugins yang harus diinstal secara manual.


Bagi Ama dan Rio, data kegempaan yang mereka gunakan dalam "Bunyi Tanah" serta seluruh data kegempaan yang disebarkan oleh lembaga dan institusi berwenang di Indonesia selama ini telah menciptakan jarak dalam upaya komunikasi sains kepada publik. Kegagalan itu memicu lemahnya ingatan terhadap memori gempa dan ancaman bencana yang berulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun