Di bawah langit yang luas dan di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota, berdiri sosok yang tak hanya mengemban tugas sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai penjaga seni dan keindahan. AKP Agustinus Manurung bukan sekadar seorang Kapolsek, ia adalah seniman yang menganyam harmoni di antara ketegasan dan kelembutan, di antara hukum dan estetika.
Dari Karawang ke Sukabumi Hingga Bogor: Jejak Perjalanan Seorang Polisi Berjiwa Seni
Seperti sungai yang mengalir mencari muaranya, perjalanan Agustinus di dunia kepolisian tak pernah statis. Dari Karawang, ia mengemban tugas sebagai Kasat Intel, menyelami dunia yang penuh rahasia, mengurai benang-benang peristiwa, namun dalam kesunyian tugasnya, ia menemukan panggilan lain---musik. Lagu pertamanya, Jangan Pergi, lahir dari kerinduan yang menyesak di dada, sebuah melodi yang menggambarkan jarak dan pengorbanan seorang abdi negara.
Di Sukabumi, malam menjadi teman bagi kreativitasnya. Gelapnya langit adalah kanvas tempat ia mencurahkan kegelisahan dan inspirasi. Dari malam-malam panjang itu, terciptalah lebih dari dua puluh lagu, masing-masing mengandung kisah, harapan, dan perjalanan hidup. Musik bagi Agustinus bukan hanya tentang nada, tetapi tentang ekspresi, tentang manusia, tentang kehidupan yang terus bergerak.
Layar Lebar Sebagai Cerminan Jiwa
Seni tak berhenti di melodi, ia merambat hingga layar lebar. Sejak tahun 2019, Agustinus telah melahirkan enam film melalui Monroe Entertainment Utama. Hikmah Taubat, Pertentangan, Surat Cinta Kapolres, hingga Pengen Untung Malah Buntung---semuanya adalah cerita yang menggambarkan realitas, dilema, dan pilihan manusia. Ia bukan sekadar pencipta cerita, ia adalah pemahat emosi, penggerak narasi yang menyentuh hati.
Kapolsek yang Membawa Seni ke Jalanan Kota
Tahun 2024 menandai babak baru dalam hidupnya. Sebagai Kapolsek Bogor Tengah, ia tak hanya hadir sebagai pemimpin yang tegas, tetapi juga sebagai pencipta ruang bagi kreativitas. Ia mengajak rekan-rekannya sesama polisi untuk terlibat dalam seni, membuka perspektif bahwa hukum dan keindahan bisa berjalan beriringan.
Dalam wawancaranya dengan Mata Sosial, ia menyampaikan filosofi hidupnya---bahwa kepolisian bukan hanya soal aturan, tetapi juga tentang memahami manusia. Seni adalah jembatan yang menghubungkan rasa, mendekatkan yang jauh, dan menjadikan hukum lebih dari sekadar teks di atas kertas.