Mohon tunggu...
Rudi Handoko
Rudi Handoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cerita tentang Bela Negara

17 Oktober 2015   09:52 Diperbarui: 17 Oktober 2015   09:53 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cerita tentang Bela Negara

Membela negara dan melawan negara itu tipis bedanya, malah sering bertukar posisi dan bertukar makna. Terkadang orang-orang dan para pihak yang membela haknya, tanahnya, negerinya dan kemanusiaannya justeru dianggap melawan negara, sedangkan mereka yang menyalahgunakan kekuasaan negaranya malah dianggap sebagai pahlawan yang membela negara. So, bela negara yang sumir ini mempunyai beragam makna tergantung dari persepsi para pihak yang menafsirkannya.

Bagi Allahyarham Munir, kemanusiaan yang dibelanya dengan mengkritisi segala bentuk penindasan negara itu adalah bentuk bela negara. Tapi bagi kalangan rezim penindas di Jakarta, tindakan Munir itu bentuk melawan negara.

Bagi Allahyarham Salim Kancil, menolak eksploitasi tambang itu bentuk bela kampung halamannya (baca: bela negara) dari tindakan zalim perusakan. Namun bagi pembunuhnya dan para pihak yang membackingnya, termasuk negara yang membiarkannya, tindakan Salim Kancil itu melawan (kuasa zalim) negara.

Bagi pejuang-pejuang Papua, menyuarakan perjuangan terhadap ketidak-adilan dan penindasan di tanah airnya adalah bentuk bakti kepada negerinya (baca: bela negara). Namun bagi penguasa negara di Jakarta, itu melawan otoritas kolonialis negara.

Bagi para petani-pekebun kecil di seantero negeri-negeri di kepulauan ini, seperti di Sumatera dan Kalimantan, yang masih dan akan terus berjuang, memperjuangkan hak atas lahan warisan nenek moyangnya, dari perampasan oleh korporasi yang disokong negara, itu adalah bentuk membela hak dan marwah tanah tumpah darahnya (baca: bela negara). Namun bagi penguasa negara, mereka itu melawan watak otoriterian negara.

Nah, bagi (penguasa) negara... Bela negara itu mungkin yaa membela dirinya, membela kekuasaannya, membela rezim penindasnya, membela otoritas kolonialisnya, membela watak otoriteriannya, membela korporasi dan bandit-banditnya. Mungkin kan yaa...

Kerna itu, mengenai cerita bela negara ini, hmmm... Andai ditanya kepada orang-orang daerah yang merasakan ketidak-adilan dan keterjajahan, boleh jadi jawabannya, "Bela negara, mungkin hanya berlaku untuk Jakarta dan sekitarnya sebagai pusat negara. Kasarnya, masa' iya sih wilayah-wilayah koloni diminta membela negara yang mengkoloninya..."

Ketika ditanya kepada nun di wilayah timur sana, jawabannya bisa jadi, "Aduh Mama e, bagaimana mungkin, (negara) penindas minta dibela kepada kitorang yang tertindas/ditindas. Tara masuk akal!"

Pun, jika ditanya pada korban asap di rantau negeri-negeri Sumatera dan Kalimantan, mungkin kan tercetus pernyataan, "Negeri-negeri kami dipanggang-diasapi jerebu macam kelapa kering, eeehhh malah kami yang terabaikan diminta bela negara pula... Ini negara apa dan punya siapa?"

Kalau ditanya tentang bela negara kepada masyarakat perbatasan, kira-kira begini jawabannya, "Haaaaa... Memangnya kami masih dianggap warga negara yaa?! Selama ini negara kemana yaa? Serasa kami ini warga negara jiran pula."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun