Mohon tunggu...
Alex Pandang
Alex Pandang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer

Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ruh yang Berpulang

15 Oktober 2019   23:21 Diperbarui: 10 November 2019   10:09 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di mataku kebenaran relatif berkedip sebagai purnama yang meredup. Di sebelahnya ada bintang berjajar kau serupa denyut nadi yang ikut-ikutan bersuara.

Aku adalah gemetar suara Ayah. Juga air mata ibu yang gemetar saat kunang-kunang menggigil dalam rerimbunan doa yang tersesat di langit.

Oh, sejauh ini aku barangkali saja aku kembali hidup kataku. Tetapi kalian selalu punya birahi yang siap dimuntahkan sebagai pengintai sunyi pusara kematian.

**

Ruh-ruh selalu pulang sebagai kekuatan hati yang kehilangan tubuh. Selamanya begitu. Serapuh-rapuhnya begitu. Dasar kalian tak punya otak, apalagi nyali.

Bungkam. Bungkam saja semua teriak yang menggenangi malam. Fajar selalu terang. Hari selalu terang. Matahari selalu terang. Kecuali dasar hati.

Saat aku berontak lagi, lantas moncong dingin pelurumu mencumbuku sebagai pelipis yang dibentur tengah malam. Tubuhku adalah tanah yang kau injak-injak.

Kupang, 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun