Mohon tunggu...
Lilis Juwita
Lilis Juwita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku

Painting, Art, Poem, Short Story n Graphic Design That's Really Me. Aku bukan Wonder Woman, aku juga bukan Kartini, aku bukan Bidadari tanpa Sayap, aku bukan satu dari 7 Selendang Pelangi yang hilang, aku cuma perempuan yang takut panas, debu dan kucing. Aku cuma perempuan yang “Tak Biasa” ♪♫•*¨*•.¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¨*•♫♪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Resign Berbuah Manis

13 Mei 2019   00:57 Diperbarui: 13 Mei 2019   01:03 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antologi Cerpen Karma_Resign Berbuah Manis_Lilis Juwita

Seperti biasa aku harus berlari menuju alat perekam absen yang terpasang di meja Front Office dan setiap pagi selalu menjadi buruan semua karyawan begitu juga aku yang harus berpacu dengan jam masuk yang lumayan pagi, seringkali kami tak bertegur sapa hanya karena takut terlambat. Peraturan baru mewajibkan Absensi seperti itu untuk mendisiplinkan karyawan dengan menghindari manipulasi absen yang dilakukan secara manual terutama absen masuk kerja. Tumben  semua teman kerja menyambutku dengan diam tanpa celotehan seperti biasa bila aku datang terlambat. Pagi itu ruang kerja terasa berbeda.

Saat jam makan siang pun tak banyak berubah, hanya beberapa teman saja yang melemparkan senyum dan terkesan sedikit dipaksakan. Entahlah tak ingin berprasangka buruk aku pun meninggalkan mereka menuju mushola untuk shalat dzuhur.

Baru beberapa menit dan mulai bersiap melanjutkan entry data tiba-tiba pak Heri menghampiri mejaku

"Mba Wita dimohon untuk menghadap pak Tommy, segera ya Mba."

"Baik pak, sebentar saya rapihkan dulu berkas-berkas ini." Tanpa menunggu jawabanku pak Heri sudah menghilang dibalik pintu.

Ruang yang ku tinggal di belakangku terdengar ramai, entah apa yang mereka bicarakan. Satu, dua, tiga helaan nafas panjang ketika tiba di depan ruang pak Tommy yang sebentar lagi aku masuki setelah kuketuk pintunya pelan.

"Silahkan masuk." Suara berat itu sangat ku kenal meskipun aku tak pernah punya keberanian menatap langsung pemiliknya.

"Maaf pak, betul bapak memanggil saya?"  

"Iya betul, silahkan duduk."

Pak Tommy masih sibuk dengan setumpuk map yang berada di atas meja menjawab pertanyaanku tanpa sedikitpun mengalihkan pandangnya dari berkas-berkas itu. Kemudian memisahkan sebuah map berwarna merah dan tertulis namaku di sampul depannya.

Tanpa diminta untuk kedua kali perlahan kutarik kursi sehingga aku tepat berada di depan meja kokoh berwarna hitam dengan lapisan kaca tebal di atasnya dan aku berusaha duduk senyaman mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun