Tarjo kaget setengah mati. Ia tengah tertidur di lantai beralaskan tikar, ketika tiba-tiba sesuatu yang sangat berat menimpa tubuhnya. Rasanya seperti kejatuhan berkarung-karung beras. Tangan Tarjo berusaha mendorongnya dengan kuat.
"Aduh!!"
Terdengar suara mengaduh dan gedebukan di dekatnya. Tarjo membuka mata dan melihat Sumini, istrinya, sudah berguling-guling di lantai.
"Woalah, kamu to Sum yang jatuh di atasku. Sengaja mesti. Seneng kalo lihat aku jantungan?" Bentak Tarjo kesal. Wajahnya bersungut-sungut.
"Sori, mas. Aku ndak sengaja jatuh dari tempat tidur." Sumini bersusah payah bangkit.
"La kamu kan tahu kalau aku tidur di bawah, harusnya yo hati-hati. La mbok kira badanmu ndak berat? Badan segede gajah gitu njatuhin orang sembarangan." Tarjo mengomel panjang lebar.
"Ya maap... aku tadi ngimpi, Mas." Sumini berusaha meyakinkan suaminya. Ia mengucek matanya yang terasa perih  terkena cahaya lampu.
"Halah, alesan!" Tarjo memiringkan tubuh, memunggungi istrinya.
Sumini tidak menggubris ucapan suaminya. Ia naik ke dipan kayu, ingin melanjutkan tidurnya.
Bayi kecil mereka yang tertidur di sebelah Sumini menangis oleh suara gaduh orang tuanya. Sumini menyusui bayinya, lalu kembali terlelap.
Tarjo tidak lagi mengantuk. Ia memiringkan tubuhnya ke kanan, lalu kembali miring ke kiri, lalu ke kanan lagi. Lelaki itu berkali-kali menghela napas, mengembuskan sisa kekesalan pada istrinya.