Di antara empat anggota punakawan, Bagong adalah karakter yang paling populer. Ingat-ingat saja, berapa banyak orang di sekitarmu yang mendapat julukan atau dipanggil Bagong, dibanding Petruk, Gareng, apalagi Semar.
Sayangnya popularitas Bagong lebih disumbang oleh ciri fisiknya yang khas. Laki-laki gendut, bermata besar dan bermulut lebar.
Padahal Bagong dikenal akan wataknya yang jujur dan sabar. Gaya hidupnya sederhana, ngomong blak-blak'an dan apa adanya. Ia tak pernah berteriak ataupun memberontak saat keadaan terjepit. Pun tak pernah marah atau protes atas himpitan dan tekanan hidup.
Kecenderungannya yang low profile menjadikannya banyak orang salah kaprah. Ia sering dianggap anak ketiga Semar. Padahal, dialah yang lahir pertama karena tercipta dari bayangan Sang Hyang Semar atau Bathara Ismaya ketika diturunkan ke dunia. Ia adalah pengeritik tajam nan nyelekit bagi tokoh wayang lain yang bertindak tidak benar.
Membicarakan Bagong, saya jadi teringat pada seorang teman asal Purworejo bernama Desi Akhiriyanto. Sejak muda, orang yang tinggal Kampung Plaosan RT 1 RW 16 Kelurahan Purworejo itu mendapat panggilan akrab Bagong. Padahal, postur tubuhnya sama sekali tidak mbagong. Kurus. Dan bahkan semakin terlihat ceking ketika beberapa waktu lalu saya lihat fotonya terpampang di koran.
Kasus ini sudah menyeret banyak orang. Ada kepala desa, anggota dan pengurus partai PDI Perjuangan. Dari yang sudah bersaksi di pengadilan, semuanya mengatakan bahwa uang hasil pemotongan bansos itu terkumpul di tangan Bagong.
Kenapa Bagong bisa terlibat? Rupanya, hal itu terjadi ketika dia masih bekerja sebagai sopir Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah Rukma Setyabudi (sekarang Ketua DPRD Jateng). Orang pun menduga-duga, apakah mungkin Bagong bekerja sendirian? Apakah uang yang Bagong kumpulkan dari para kepala desa itu dinikmatinya sendiri atau disetorkan ke orang lain?
Menarik membahas ini karena ada kaitannya dengan profil Bagong yang saya kenal. Sudah saya tuliskan tadi bahwa Desi Akhiriyanto disebut Bagong sama sekali bukan karena fisiknya. Dia adalah satu dari sedikit orang yang, menurut saya, memiliki sifat mirip Bagong sebenarnya. Mungkin tidak semuanya, tapi ada yang mirip.
Bagong yang saya kenal sejak muda adalah orang yang low profile. Ia tidak banyak bicara tapi pendengar yang baik. Karakternya jujur, gaya pakaiannya sederhana, dan tidak suka aneh-aneh. Bagong juga orang yang saya tahu sangat loyal. Jika sudah mengabdi, ia akan sepenuh hati.
Saya bertanya-tanya, apakah dengan karakternya dan sifat luhurnya ini menjadikannya mudah dimanfaatkan koruptor? Karena sampai detik ini saya tidak percaya kalau Bagong yang hanya seorang sopir itu punya inisiatif sendiri untuk mengajak para kepala desa membuat proposal dana bansos, membangun koneksi sendiri di Biro Keuangan Provinsi lalu kongkalikong dengan orang-orang untuk menilap uang lebih dari Rp 1 miliar.