Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar Review Produk dari Kasus Eiger

3 Februari 2021   10:32 Diperbarui: 3 Februari 2021   10:39 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : unsplash.com

Meski memberi kesan kurang nyaman, namun jika diambil sisi positifnya, surat dari Eiger bisa menjadi bocoran bagi mereka para reviewers yang dalam jangka panjang ingin menggiring kegiatannya ke ranah profesional atau dengan kata lain menerima endorse atau bayaran.

Tidak dipungkiri, endorse bagi para content creator seperti halnya bahan bakar yang menggerakkan aktivitas mereka. Jadi tidak dipungkiri bila endorsement dan paid promote menjadi bahan incaran para content creator. Namun pertanyaannya, apakah effort yang kita berikan sudah layak untuk dibayar secara profesional?

Hal ini tentunya menjadi pertanyaan sekaligus cambukan bagi para youtuber, tiktokers, bloggers, vloggers, maupun selebgram untuk bekerja dan berusaha lebih baik lagi. 

Apalagi untuk brand kelas tertentu yang memasang standar kualitas yang tinggi. Semakin tinggi sebuah brand, semakin mahal kita dibayar tapi juga semakin besar effort yang harus kita berikan.

Untuk masuk ke dalam ranah profesional, seorang content creator tidak cukup hanya bermodalkan banyak followers saja. Hal ini berkaitan dengan banyaknya jumlah content creator di luar sana yang sama-sama siap berperang untuk merebut perhatian perusahaan atau brand-brand besar.

Kalau bicara soal kebutuhan akan piranti dan editing tentunya bisa dipelajari dengan banyak-banyak menonton video-video pembelajaraan yang tersebar gratis di jagat maya. 

Namun soal pengendalian diri menjadi perkara lain. Hal tersebut merupakan bagian dari kepekaan diri yang terus menerus perlu diasah melalui pengamatan dan pembelajaran.

Kasus unboxing album blackpink yang dilakukan oleh salah satu conten creator ternama tahun 2018 lalu memberikan pelajaran arti pentingnya pengendalian diri. 

Terkadang kita lupa dan tidak sadar bahwa video yang tengah dibuat nantinya akan ditonton oleh jutaan orang di luar sana. Meski dalam kasus tersebut si content creator tidak diendorse tapi, imbas dari video yang ditayangkan justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

Pengendalian diri yang saya maksud di sini kurang lebih adalah memahami dan menyadari bahwa ulasan produk yang kita buat nantinya akan ditonton atau dibaca oleh banyak orang. 

Sebagai imbasnya, kita harus lebih berhati-hati dalam beberapa hal seperti salah satunya mengenai pemakaian bahasa. Bahasa yang kurang pantas akan menurunkan brand image dari produk yang diulas. Hal semacam ini tentunya sangat merugikan bagi si produk maupun perusahaan terkait. Menggunakan bahasa yang baik juga bisa diartikan dengan mengeliminasi kata-kata yang dirasa cukup sensitif dan memicu konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun