Kedua, berjualan ketika banjir sangat membantu warga sekitar. Saat seperti ini, setiap warga akan berfokus untuk menyelamatkan diri dan barang-barang, tidak ada yang memasak atau membuat sarapan.
Adanya warung yang buka tentu sangat membantu warga yang kelaparan dan ingin sarapan. Â Tidak dipungkiri, untuk menghadapi banjir orang butuh tenaga.
Warung dalam foto saya tadi hanya buka ketika orang mencari sarapan, setelahnya pasti juga akan tutup. Saya sendiri untuk mengantisipasi kelaparan sengaja membeli banyak lauk. Berkaca dari banjir sebelumnya, bantuan makanan ke rumah-rumah baru datang sore harinya.
Kondisi ini berbeda dengan mereka yang mengungsi ke masjid yang tentunya lebih banyak mendapat bantuan makanan dan lain-lain.
Warung sembako juga banyak yang tutup, namun jika ada warga datang untuk membeli sesuatu seperti air galon, air mineral atau makanan ringan tentu masih di layani.
Mungkin dari teman-teman juga ada yang heran kenapa kami sempat memfoto dan bermain sosial media di tengah banjir. Tentu alasan utamanya adalah untuk melaporkan situasi. Banjir kali ini terjadi di hari kerja, banyak warga yang absen dan harus melapor ke kantor masing-masing.
Alasan yang kedua adalah memberi informasi kepada sanak saudara yang jauh supaya mereka tidak terlalu khawatir. Sejak pagi buta berita TV dipenuhi berita banjir, hal itu tentu membuat cemas saudara-saudara jauh yang tinggal di kota lain.
Alasan yang ketiga adalah update situasi agar bisa ditangkap oleh pihak-pihak terkait sehingga mereka bisa cepat tanggap melakukan aksi penyelamatan. Â
Pertanyaan lain yang muncul adalah, kok sempat menulis artikel? Tentu saja sempat. Sedari pukul 2 malam kami sudah berbenah dan setelahnya tak ada hal lain yang bisa dilakukan kecuali menunggu air surut. Ini pun saya menulis dari handphone, jadi tidak terlalu sulit.
Ayo Jakarta, meski banjir harus tetap semangat!