Mohon tunggu...
Hendra Josuf
Hendra Josuf Mohon Tunggu... lainnya -

Tamat ABA thn. 1978, kemudian mengajar bhs.Inggris di Surabaya, Jakarta dan Tangerang. Sekarang berdiam di New York City dan Fredericksburg, Virginia USA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Benturan Budaya di Atas Bus

15 Agustus 2014   14:07 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:29 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="doc: secondavenue.com"][/caption] Soal kenyamanan menunggangi bus kota di AS, rasanya tak perlu diragukan lagi. Seiring dengan kecanggihan  teknologi, telah banyak bus di Kota Manhattan dilengkapi dengan wifi, membuat penumpang lebih leluasa berselancar di dunia maya. Interior bus dari satu state ke state lain agak berbeda karena disesuaikan dengan keadaan daerah setempat, tapi umumnya alat pendingin, alat pemanas, dan permintaan berhenti di satu halte selalu tersedia. Permintaan berhenti ini  terpasang pada tiang penyangga di bagian depan bus, sedang pada bagian tengah sampai ke belakang ditempatkan  pada sisi/badan mobil berbentuk karet yang harus ditekan keras apabila ada penumpang berniat  turun di halte berikutnya. Buat melayani penderita cacat lumpuh pintu depan bus dapat disetel sampai menurun sejejer dengan trotoar supaya  memudahkan si penumpang menaiki badan bus tanpa harus turun dari kursi roda. Sampai di dalam, penumpang  ini masih diperlakukan istimewa, yakni diberi ruang khusus dengan cara melipat tiga kursi penumpang di bagian depan, kemudian penumpang-penumpang yang telah duduk nyaman harus merelakan tempatnya diambil lalu pindah ke tempat lain. [caption id="" align="aligncenter" width="276" caption="doc: ttmn.com"][/caption]

Seandainya tidak ada tempat kosong, mereka terpaksa harus berdiri dan tidak dapat protes karena sudah ada pemberitahuan di sekitar kursi depan berbunyi: "You must give up this seat when a disable passenger aboards" Kedua  kursi panjang berhadap-hadapan di dekat sopir ini juga diperuntukkan buat kaum langsia, dan penyandang cacat lainnya, seperti penumpang bertongkat dan sudah sulit berjalan, atau kaum ibu yang sedang mengandung. Alat pembayaran sebagian besar dalam bentuk kartu elektronik prabayar bernama Metro Card dan bisa diisi kembali semaunya, amat sederhana pemakaiannya. Kalau mau pakai tinggal gosok, lalu masuk. Dan seandainya kita lupa bawa kartu, masih tersedia kotak di sisi sopir buat memasukkan uang receh sebesar $ 2.50 atau $ 1.25 buat senior/cacat. Dengan segala kemudahan dan kemyamanan ini, masih  ada saja kekurangannya menyebabkan banyak  penumpang   komplain atau mengomel. Masalah yang timbul bukan dari bus dan pelayanannya tapi sebagian besar disebabkan oleh ulah penumpang  sendiri, terutama pendatang yang baru berdomisili di kota ini. Budaya yang mereka bawa dari negaranya tanpa sadar masih diterapkan di negeri ini, misalnya, main serobot sewaktu naik bus, atau bercengkerama  kelewat batas dengan sesamanya. Penulis yang telah puluhan tahun menggunakan mode transportasi ini dapat memilah-milah negara asal para pelaku yang sering tidak disiplin dan mengganggu kenyamanan dalam bus kota.Tentu saja tidak bisa disamaratakan hanya karena perbuatan segelintir manusia, tapi secara umum gambaran yang penulis temui di lapangan adalah  tipe  manusia-manusia itu selalu, misalnya; -Orang Cina kalau naik bus, selalu diperberat dengan belanjaan, menggandeng beberapa anak, atau membawa kereta laundry hingga mengganggu dan menyita banyak ruang. -Orang Hispanic, seperti Honduras, Mexico, Peru, Venezuela, menggunakan bahasa yang mirip hingga dapat berkomunikasi dengan lancar. Mereka suka ngomong, jarang mau berhenti, baik dengan manusia maupun dengan ponsel, ngoceh terus. Kejelekan lainnya adalah kurang sopan, kalau lagi ngebet, para pemuda/inya saling berciuman di atas bus tanpa mempedulikan etika. Kayaknya penumpang lain tidak dianggap sama sekali. -Orang  Timur  Tengah, entah itu orang Palestina, Arab, atau Irak, bisa kita lihat dari bentuk tubuh mereka yang tinggi dan tambun. Umumnya mereka lebih sopan, dan bicara  seperlunya. Demikian pula dalam menggunakan alat telepon. -Orang Pakistan, Bangladesh, bisa kita perhatikan dari  topi putih (seperti topi pak Haji yang  menutup kepalanya. Mereka biasanya menaiki bus secara berkelompok/sekeluarga dan lebih banyak berdiam diri. -Orang Amerika/Eropa, amat tenang, suka membaca. Kalau udah berumur mereka nampak asyik bercakap-cakap dengan sesama kulit putih. Mereka ini menghargai privasi, tidak mau diganggu. Mereka juga bisa meledak/marah kalau sudah muak melihat ulah penumpang yang semau gue, misalnya penumpang sepertinya keturunan Arab berdesakan masuk dengan membawa keranjang laundry yang tidak dilipat. Kebetulan penulis duduk berdekatan  dengan bule perempuan, jadi ketika dia nyelutuk, suaranya terdengar jelas sekali. "Hey..... hey, fold your cart, this is not  the same as your country!" Banyak penumpang tersenyum melihat pemandangan seperti  ini. -Orang hitam.Terdapat berbagai macam bangsa yang berkulit hitam di AS. Penduduk asli AS berkulit hitam asal  Afrika, lain dengan kulit hitam dari negara Asia. Orang Hispanic, seperti Dominican Republic banyak berkulit hitam. Orang hitam AS bisa kita lihat dari gaya bicara mereka yang pongah dan kalau ngomong menggebu-gebu namun sudah banyak dari mereka bersikap tenang di atas bus. Ketidaknyamanan lain disebabkankan oleh anak-anak muda di sini, tidak terbatas pada orang Hispanic, China, India, maupun kulit putih, adalah perilaku mereka yang kurang ajar/sopan dengan menempati tempat duduk khusus buat kaum cacat/lansia seperti penulis sebutkan di atas. Mereka tak acuh, tidak mau tahu/pindah, atau berdiri begitu ada orang tua/cacat yang membutuhkannya. Mereka asyik saja pacaran, main game, atau cengar-cengir bercakap melalui ponsel. Nah, bagaimana perilaku bangsa kita di atas bus kota ini? Sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah menemukan orang Indonesia berlaku urakan, berangsek, atau mengganggu penumpang lain. Beberapa hari lalu sewaktu penulis pulang kerja lewat tengah malam, seorang ibu berbicara Indonesia melalui ponsel pada tempat duduk di sebelah kanan depan, ujarnya: "Nak, ini Mama, sudah makan belum?" Dia diam sejenak, lalu disambung. "Okay, kalau gitu Mama mampir beli chinese food yah? Tunggu Mama sebentar lagi busnya nyampe." Ehhhhh, ternyata perempuan Indonesia setengah baya itu, turun satu blok dari rumah penulis. Rupanya tetangga dekat. Begitulah keadaan New York, kota Internasional ini tidak pada tahu/saling kenal karena kesibukan mereka masing-masing. -Orangerum [caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="doc: youtube.com"]

[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun