Mohon tunggu...
Bayu Aristianto
Bayu Aristianto Mohon Tunggu... Dosen - Kuasa atas diri adalah awal memahami eksistensi

Menulis, proses pengabadian diri di tengah kesemuan hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gelagat Elite Parpol dan (Sosok) Jokowi 2.0

12 Oktober 2022   16:23 Diperbarui: 12 Oktober 2022   16:25 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ibarat hidangan, tidak lengkap santapan tanpa bumbu penikmat rasa. Tiap komposisi bahan mentah akan memiliki fungsi untuk menambah cita rasa. Garam memberikan rasa asin, pedas cabe rawit, kecap manis, jeruk nipis memberi sensasi kecut, gurihnya asem jawa, bahkan pahit pare jika dipadu dan diolah dengan takaran "pas" akan menghasilkan masakan tumis pare mengiurkan. Masing-masing komponen saling melengkapi sehingga pahitnya pare, terasa nikmat di lidah.

Bayangkan sebaliknya, ketika setiap komponen bahan mentah tadi, diracik dengan takaran yang tidak sesuai, bisa saja keasinan, kemanisan, bahkan rasa hambar dapat muncul karena kekeliruan mengolah komponen bumbu.

Sebanding dengan ilustrasi tersebut, saya mencoba memadu-padankan dengan kondisi perpolitikan nasional termutahir. Menyongsong tahun elektoral pemilihan presiden, mulai kerap elite parpol menampilkan panggung drama saling sanjung. Saya biasa mencitrakan gaja politik "Saling Sanjung" elite parpol sebagai bentuk komunikasi politik untuk menakar sekaligus mengukur kekuatan kawan dan lawan. Adagium klise "tiada kawan, tiada lawan, yang ada adalah kepentingan"  membuktikan betapa politik sangat cair dan dinamis. Gema suara elite jauh lebih besar dibandingkan mayoritas pemilih, sinyalemen ini mengindikasikan bahwa kelompok elite berjarak dengan kelompok masyarakat.

Elite Politik adalah Rulling Class, dimana keberpihakan atas kuasa digunakan untuk menopang kepentingan (Nasrudin Anshoriy: 2008). Seluruh sumber daya digerakkan demi mengukuhkan serta menguatkan bangunan strata sosial kelompok elite. Suara minoritas bahkan kelompok dibawahnya seolah buih, terlihat banyak namun cepat hilang seiring hantaman gelombang.

Teranyar, Elite Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai calon Presiden 2024, menyingkirkan kandidat lainnya hasil rakernas Nasdem pertengahan Juli lalu, yaitu Muhammad Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo. Padahal sebelumnya Surya Paloh kedatangan tamu istimewa di Tower Nasdem yaitu Puan Maharani dan Prabowo Subianto.

Sinyal terputusnya hubungan harmonis antar eliter parpol koalisi pendukung pemerintah ini semakin menguat dengan permintaan Jokowi agar parpol pendukung menjaga soliditas hingga pemerintahannya berakhir di Oktober 2024.

Langkah cepat Surya Paloh dan Nasdem kemudian seolah merubah kontelasi politik "saling sanjung" elite parpol lain. Belakangan Elite Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melalui Rembuk Rakyat mendeklarasikan Ganjar Pranowo dan Yenny Wahid sebagai pasangan yang akan diusung untuk menduduki posisi RI 1 dan 2. Meskipun PSI tidak memiliki satu kursi di parlemen, langkah berani PSI patut di apresiasi, Walaupun di beberapa kesempatan Grace Natalie Wakil Ketua Dewan Pembina PSI membantah bahwa deklarasi ini "terburu-buru".

Sebelumnya Gerinda sudah jauh lebih awal memutuskan Prabowo Subianto sebagai kandidat terkuat untuk maju sebagai Calon Presiden serta Ketum Airlangga Hartarto dengan suara bulat menjadi calon terkuat dari Partai Beringin. Adapun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) masih "wait and see" melihat arena pertandingan sembari memanaskan mesin politik di daerah.

Sebagai pemenang pilpres 2019 dengan alokasi suara terbesar di parleman, PDI-P tidak akan mengalami kesulitan berarti menembus Presidential Threshold, ditambah sokongan kader militan di provinsi Jawa tengah, Bali dan Sumatera Utara yang mempunyai basis suara pemilih cukup terbesar.

Yang mungkin jadi perhatian adalah pilihan kandidat capres yang akan diusung, meskipun dari hasil survey Poltraking, Charta Politica, dan LSI menempatkan elektabilitas dan kesohoran Ganjar Pranowo di urutan tiga besar, Megawati sebagai pemegang mandat tertinggi untuk memilih sosok, terkesan ragu menampilkan Ganjar di kontestasi pilpres nasional 2024. Hatinya seolah masih tertambat untuk menyokong putri kandungnya, Puan Maharani sebagai penerus trah pendiri Bangsa, Ir. Soekarno. Sekaligus menyamai rekor ibundanya sebagai presiden Wanita ke-2 di Indonesia.

Langkah Megawati menemui Jokowi di Batutulis menguatkan dugaan keduanya membahas sosok lawan tanding Anies, tidak menutup kemungkinan Jokowi akan meminta seluruh ketum parpol yang merangkap Menteri untuk fokus dan berkonsentarsi penuh menjalankan tugas negara menghadapi kondisi keamanan dalam negeri dan ketidakpastian ekonomi global. Langkah demikian ditempuh guna meredam suhu politik lintas parpol, cukup beralasan karena disamping menganggu program pemerintah juga dikhawatirkan merenggangkan ikatan sosial di masyarakat akibat dikotomi pilihan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun