Mohon tunggu...
Tria Felle
Tria Felle Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Rasa Nyaman; Sekolah Favorit atau Teman Favorit?

30 November 2017   20:00 Diperbarui: 30 November 2017   20:18 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada yang punya teman sebaya yang sudah dikenal dari kecil, satu lingkungan tempat tinggal, satu tempat ibadah, sehati, sepikiran, sejalan (lebayy) tapi sayangnya tidak bisa selalu satu sekolah? Terutama saat mulai masa SMP sampai SMA. Karna kemajuan di berbagai bidang yang menuntut keahlian dan kemampuan yang lebih tinggi dari seseorang, para orang tua ada yang memilih menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah favorit, terkenal dan tentunya cukup mahal agar si anak mendapat kemudahan untuk memasuki kampus terkenal jadi cari kerja juga mudah. 

Sebenarnya hal ini baik, namun sebenarnya pemisahan seseorang dari kelompok pertemanan yang sudah lama dikenalnya dapat mempengaruhi seorang anak, terutama remaja. Saat kita merasa telah mendapat teman terbaik (sahabat), biasanya kita ingin melakukan segalanya bersama-sama (ciiieee), bersekolah bersama-sama adalah hal yang cukup diinginkan. namun juga jadi sesuatu yang jarang  dipaksakan. Mengapa? Remaja ingin terlihat dewasa di depan orang tuanya, ia ingin mendapat pengakuan, sehingga permintaan-permintaan yang menjadikan dirinya terlihat seperti anak kecil sering ia relakan. 

Sekolah favorit atau sekolah populer, di setiap daerah pasti punya sekolah-sekolah seperti ini. Menurut Yudi Wibisono, sekolah favorit memiliki keuntungan yaitu, suasananya lebih kompetitif, sehingga semangat belajarnya lebih terpacu karena istilah 'ada langit di atas langit' sangat terasa. Juga, siswa-siswa yang bermasalah lebih sedikit, sehingga orang tua bisa merasa lebih aman dengan pergaulan anaknya di sekolah tersebut. 

Sedangkan kelemahannya, yaitu suasana kompetitif kadang lebih menekan, remaja sebenarnya masih sangat labil, tekanan-tekanan seperti ini sebenarnya tidak baik untuk mentalnya. Suasanya ini juga membuat siswa lebih individualis, maunya sendiri-sendiri, berteman pun biasanya dinilai dari tingkat kepopuleran seseorang. 

Pertemanan adalah hubungan dua orang atau lebih yang membuat orang-orang di dalamnya ingin saling mendukung, saling mengerti, simpatik, dan jujur satu sama lain. Menurut Santrock (2007), peran penting teman sebaya ada 3, yaitu: 1. Sebagai sumber Informasi mengenai dunia di luar keluarga, 2. Sumber Kognitif, yaitu untuk memecahkan masalah dan mendapat pengetahuan, 3. Sumber emosional, yaitu untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. 

Dari 3 peran di atas tadi, 2 peran pertama bisa di dapatkan dengan mudah saat kamu berteman, namun peran terakhir itu sulit. Lamanya sebuah hubungan pertemanan memainkan peran ini dengan sangat baik, dimengerti, diterima, didengarkan, membuat seseorang nyaman untuk menjadi dirinya sendiri, tanpa malu atau takut ditinggalkan. Namun, kelompok pertemanan adalah pintu masuk segala kebiasaan buruk yang ditawarkan, karena waktu remaja banyak dihabiskan dengan teman, kebiasaan temannya, entah baik atau buruknya akan sangat mudah terpengaruh.

Karena itu, orang tua saat ingin memutuskan tentang hal seperti ini, perlu berdiskusi dengan remaja, dengarkan apa keinginannya. Jika dia adalah tipe pemburu karir masa depan, tidak masalah. Namun, jika dia adalah para pemburu waktu, yang ingin menikmati waktunya bersama orang-orang yang membuat dia nyaman, lebih baik jangan dipisahkan. 

Remaja, para pencari jati diri. Kuatkan peganganmu pada nasehat orang tua supaya saat pergaulan menarikmu jatuh, kamu masih bisa berdiri. Jangan pedulikan apa sekolahmu, tapi bagaimana usaha belajarmu, karna kemampuan bisa diasah, dan hikmat datang dari yang Esa. Waktumu berharga, jangan habiskan hanya untuk bercanda. Karna segala sesuatu dimulai dengan rasa nyaman, carilah apa dan siapa yang membuatmu nyaman, tapi usahakan itu yang membawamu ke cerahnya masa depan. 

(Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik Pendidikan Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Dosen Pengampu: Desy Fajar P, M.Pd.)                                                                                                                                                                                                                                                         

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun