Mohon tunggu...
Zefanya Christleen
Zefanya Christleen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Really? Kekerasan terhadap Anak Dianggap Hal Biasa?

15 September 2022   18:49 Diperbarui: 15 September 2022   18:57 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: poskomalut.com

Budaya dapat terbentuk oleh adanya kebiasaan yang terus menerus dilakukan secara berpola. Selain itu, melalui cara atau gaya hidup yang bertumbuh kembang, dan dipegang serta diyakini oleh sebagian orang, lalu selanjutnya diwariskan secara turun temurun dari generasi sebelumnya ke generasi selanjutnya. Maka hal ini dapat dikatakan sebagai perwujudan dari budaya. 

Jika dikaitkan budaya dengan generasi, maka akan berimplikasi kepada keluarga. Karena menurut Samovar, dalam bukunya yang berjudul "Communication Between Cultures" bahwa, struktur terdalam dari budaya adalah keluarga (Samovar et al., 2017).

Keluarga merupakan barisan terdepan dalam pembentukan konsep diri pada anak. Sebelum anak mengenal dunia luar, keluarga khususnya orang tua berperan terlebih dahulu yang membentuk perilaku dan mental anaknya. 

Dari bagaimana cara orang tua memperlakukan dalam mendidik anak-anaknya sampai dengan bagaimana respon sang anak menangkap didikan orang tuanya. Maka, dari hubungan timbal balik antara orang tua dengan anak inilah yang akhirnya dapat membentuk suatu hubungan yang tercipta dengan baik dalam keluarga. Namun, jika hubungan dalam keluarga buruk, lalu dimana penerapan keluarga sebagai barisan atau garda terdepan seorang anak dalam mencari jati dirinya?

Maka disini saya akan membahas mengenai didikan yang pernah diajarkan kepada orang tua saya oleh generasi sebelumnya, dan didikan seperti apa yang orang tua saya terapkan dan tidak kepada generasi selanjutnya. 

Setelah mewawancarai kedua orang tua saya, mengenai didikan yang mereka dapatkan dan alami. Keduanya berpendapat hal yang sama, jika didikan pada generasi sebelumnya sangat keras. 

Mengapa demikian, karena banyak aturan tidak tertulis dan larangan yang memang sudah ditanamkan dari mereka kecil hingga dewasa. Dan jika melanggar, orang tua mereka tidak segan untuk memberikan sanksi seperti kekerasan contohnya, main tangan, memukuli dengan menggunakan alat, dan sebagainya.

Aturan yang terbentuk akhirnya menjadi kebiasaan. Seperti, dilarang berpacaran hingga mereka dewasa, tidak diperbolehkan pulang ke rumah terlalu sore. Dan jika pulang lebih dari jam enam sore, mereka akan mendapat sanksi keras. 

Lalu hal lain juga seperti, perkerjaan rumah. Saat orang tua mereka berangkat kerja, mereka harus berbagi tugas dengan adik atau kakak untuk membersihkan rumah. Dan saat orang tua mereka pulang berkerja, mereka harus sudah menyiapkan makan, untuk disantap bersama-sama. Perasaan yang mereka alami saat itu tentu tertekan. 

Sedangkan pada saat di usia anak-anak hingga menjelang remaja, secara keinginan mereka masih ingin bermain tanpa harus memikirkan aturan yang orang tua mereka bikin. Tetapi di kondisi dan posisi yang bersamaan, mereka juga tidak bisa dan tidak berani untuk membantah, karena ada ketakutan dan tertanam diotak mereka "Jika saya sedikit saja berbuat salah dan membantah, saya akan dipukuli".

Kemudian, berdasarkan pengalaman yang sudah mereka dapatkan dari generasi sebelumnya. Mereka akhirnya, memilah-milih kembali, nilai seperti apa yang masih relevan dan tidak relevan untuk dapat diterapkan pada generasi selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun