Mohon tunggu...
Keisya Nadifa Solehah
Keisya Nadifa Solehah Mohon Tunggu... UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Makna Hakiki Haji: dari Simbol Ritual Menuju Transformasi Hati

27 April 2025   17:56 Diperbarui: 27 April 2025   17:55 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Haji (Sumber: Istockphoto)

Makna Hakiki Haji: Dari Simbol Ritual Menuju Transformasi Hati

Oleh: Syamsul Yakin dan Keisya Nadifa Solehah (Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Alhamdulillah, sebagian besar jamaah haji Indonesia sudah berada di tanah suci tahun ini. Mereka dengan senang hati meninggalkan keluarga, harta, dan negara yang mereka sayangi. Apa sebenarnya arti haji hingga banyak orang rela melakukannya?

Dalam bahasa Arab, "haji" berasal dari kata "hajj", yang berarti "mengunjungi" atau "menuju". Artinya, melakukan haji adalah mengunjungi Baitullah untuk melakukan ibadah pada waktu yang telah ditentukan.

Dasar hukum haji adalah firman Allah, misalnya, "Allah mewajibkan kepada manusia untuk mengerjakan ibadah haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam" (QS. Ali Imran/3: 97).

Menurut ulama, yang dimaksud dengan "istithaah", yang disebutkan dalam QS. Ali Imran/3: 97, adalah kemampuan secara finansial, kemampuan untuk mempelajari tentang cara melakukan haji, dan kemampuan secara fisik, karena haji adalah ibadah yang membutuhkan waktu paling lama.

Ibadah haji bersama dengan Kurban merupakan refleksi dari masa lalu tentang ketaatan, pengorbanan, dan cinta. Ibrahim melambangkan sosok ayah yang demokratis karena dia dibesarkan di lingkungan yang bercorak pastoralis (hidup dengan cara berternak). Meskipun Allah telah memerintahkan Ibrahim untuk mengorbankan Ismail, Ibrahim masih berpikir secara manusiawi.

Dalam bahasa puitis al-Qur'an dialog Ibrahim itu berbunyi, "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu"? (QS. al-Shaffat/37: 102).

Nabi Ismail AS adalah contoh anak yang sangat berbakti kepada orang tua dan taat kepada Allah SWT. Ketika Nabi Ibrahim AS menceritakan mimpinya yang diperintahkan Allah untuk menyembelih Ismail, Ismail dengan penuh kerendahan hati dan keyakinan menerima perintah tersebut sebagai kehendak Allah. Ia berkata kepada ayahnya, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (QS. al-Shaffat/37: 102).

Jawaban Ismail ini menunjukkan dua hal penting: pertama, bakti dan ketaatannya kepada orang tua yang juga merupakan utusan Allah; kedua, kesabarannya dalam menghadapi ujian berat yang diperintahkan Allah. Ismail menyadari bahwa perintah tersebut adalah ujian iman yang harus dijalankan dengan penuh keikhlasan dan keteguhan hati. Sikap ini mencerminkan kedewasaan spiritualnya meskipun usianya masih muda, sekaligus keinsyafan penuh akan kekuasaan Allah yang Maha Absolut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun