Mohon tunggu...
Aliah
Aliah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang guru di SMPN 278 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Suasana Pagi yang Mengharukan

18 Desember 2018   14:42 Diperbarui: 18 Desember 2018   15:29 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suasa pagi sepi lengang nan sejuk, Angin semilir menyapu dedaunan dan tubuhku. Terdengar suara-suara berbisik ditelinga saling bersahutan. Mereka asyik bercanda-canda ditelingaku. 

Entah apa yang mereka bicarakan aku terdiam tak mengerti bahasa mereka. Tapi suara itu ku nikmati dengan hati nan ikhlas dan sahdu terdengar. Angan ku tertuju pada ayat-ayat suci yang terucap disetiap denyut jantung dan nadiku. Relung kalbu ini terisi dan tak sedikitpun yang tersisa ruang kosong. Ayat-ayatMu selalu menghiasai perjalanku. 

Tak ku biarkan siapapun mengganggu dan coba mengalahkan-Mu. Ayat-ayat-Mu menyejukkan kalbuku yang kering kerontang. 

Kau ibarat obat yang bisa mengobati luka hati dan tentramkan jiwa. Kau selalu ku bawa dan kecap ku sebut-sebut tanpa lelah sedikitpun. Kau ibarat kekasih yang tak akan hilang dari ingatanku. Nama-Mu selalu ku ucapkan dalam zikirku disetiap langkahku. 

Tapi Engkau berkendak dan punya rencana yang lain. Mungkinkah itu colekan dari kasih-Mu padaku? Aku tak tahu itu semua. Tiba-tiba dari arah yang berlawanan terlihat deru motor yang kencang seperti kilat menyambar tubuhku. 

Prakkkk...."Astagfirullah alaziim", kata itu terlontar dari mulutku dengan keras menggelegar. Seketika  tubuhku oleng  terhempas terjangan benda keras . 

Tak kuasa menahan beratnya beban yang menimpa. tubuh ini tumbang tergelepar di hamparan aspal yang keras. Ku tak bisa bangkit kembali hanya suara minta tolong yang keluar dari mulut ini. Tak seorangpun dengan capat menolong. 

Berkali-kali ucapan tolong terdengar baru tubuh ini bisa  terbangun dari himpitan benda keras.

 Oh..begitu tak perdulinya orang-orang itu. Mereka hanya bisa menyaksikan deritaku. Tanpa peduli dan tak berpikir kalau mereka mengalami seperti ini. Jiwa dan rasa kemanusiaan mereka sudah  terjual oleh sikap kesombongan dan keangkuhan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun