Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer merupakan sebuah karya sastra Indonesia yang telah diakui secara internasional. Novel ini mengisahkan kisah perjuangan Minke, seorang pelajar pribumi yang berusaha memperjuangkan hak-haknya di tengah era penjajahan Belanda pada awal abad ke-20. Namun, meskipun memiliki nilai dan pesan yang kuat, terdapat beberapa aspek dalam novel ini.
Pertama, gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini terkesan monoton dan terlalu formal. Bahasa yang digunakan terkadang terasa kaku dan sulit dipahami oleh pembaca awam. Selain itu, terdapat penggunaan kata-kata yang kurang sesuai dengan zaman atau setting cerita, sehingga kurang memberikan kesan autentik pada pembaca.
Kedua, alur cerita yang cenderung lambat dan bertele-tele. Meskipun memuat konflik yang menarik, tetapi alur cerita yang digunakan dalam novel ini terasa sangat lambat dan berbelit-belit. Pembaca akan merasa bosan dan kehilangan fokus ketika membaca novel ini. Sehingga, keterlibatan emosional pembaca terhadap tokoh dan konflik yang dihadapi kurang terasa.
Ketiga, terdapat penggunaan ungkapan dan frasa yang kurang konsisten dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Misalnya, penggunaan kata-kata yang kurang tepat, seperti kata ganti orang ketiga yang terkadang disalahgunakan. Hal ini bisa mengganggu pembaca yang memperhatikan kebenaran tata bahasa dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Dalam keseluruhan, meskipun novel Bumi Manusia memiliki pesan moral yang kuat dan menjadi salah satu karya sastra Indonesia yang populer, tetapi masih terdapat aspek-aspek yang perlu diperbaiki dalam segi bahasa dan teknik penulisan agar dapat memberikan kualitas yang lebih baik pada pembaca.