Mohon tunggu...
Muhammad Ridho
Muhammad Ridho Mohon Tunggu... Communication Science of UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 24107030091

Seorang mahasiswa perantauan di Yogyakarta yang aktif membahas seputar kehidupan di Yogyakarta, berbagai permasalahan sosial, tren viral seputar film, sejarah, serta kisah inspiratif yang paling mendalami peran.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dear Ramadhan, Bolehkah Kita Bertemu Lebih Lama Tahun Depan?

30 Maret 2025   20:00 Diperbarui: 30 Maret 2025   21:14 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret: Keindahan Senja di Pantai dengan Suasana yang Elok dan Menawan. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Ramadan kali ini terasa begitu cepat berlalu. Rasanya baru kemarin menyambutnya dengan penuh semangat, kini takbir sudah menggema di setiap sudut masjid. Ramadan tahun ini berbeda dari sebelumnya—aku menjalani bulan suci ini di perantauan, jauh dari keluarga, di kota istimewa, Yogyakarta.

Biasanya, Ramadan selalu kuhabiskan bersama orang-orang terdekat di rumah, menikmati kebersamaan yang hangat. Namun, kali ini suasananya lain. Aku berbuka bersama teman-teman yang kini terasa seperti keluarga sendiri. Jogja bukan hanya menghadirkan teman-teman yang hangat, tetapi juga lingkungan dan atmosfer Ramadan yang berbeda, lebih syahdu, lebih bermakna.

Malam ini, diiringi lantunan takbir yang menggema, aku ingin menuliskan sepucuk surat cinta untuk Ramadan tahun depan. Aku berharap bisa bertemu lagi dengannya dalam kondisi yang lebih baik, dengan hati yang lebih tenang, dan suasana yang lebih indah. Setelah beberapa hari di Jogja, aku akan kembali ke Jakarta, lalu mudik ke kampung halaman. Namun, setelah semua itu, aku tahu bahwa Ramadan akan kembali, dan aku akan kembali ke Jogja, bertemu lagi dengan mereka yang sudah menjadi bagian dari perjalanan hidupku.

Halo, Ramadan...
Aku berharap kita bisa bertemu lagi tahun depan. Aku menulis surat cinta ini untukmu, bukan sekadar sebagai ungkapan rindu, tetapi juga sebagai harapan agar kita bisa berjumpa kembali dalam suasana yang lebih indah, lebih bersahabat, dan lebih bermakna. Tahun ini, kehadiranmu terasa berbeda. Aku menjalani Ramadan di perantauan, di Yogyakarta, jauh dari keluarga. Namun, bukan berarti aku merasa sendiri. Justru di sini, aku menemukan arti baru tentang kebersamaan, persahabatan, dan ketulusan.

Di kota ini, aku bertemu dengan orang-orang yang menghargai perjuanganku. Mereka yang bukan hanya menjadi teman seperjuangan, tapi juga keluarga yang aku pilih sendiri. Ramadan di perantauan ini mengajarkan banyak hal. Aku belajar bahwa sahabat sejati adalah mereka yang tetap ada, bahkan saat keluargaku jauh. Mereka yang membantuku, menemaniku berbuka puasa, bahkan saat mereka sendiri berbeda keyakinan. Aku merasakan toleransi yang begitu indah, di mana keberagaman bukan menjadi penghalang untuk saling peduli.

Saat awal merantau, aku sempat merasa sendirian. Namun Ramadan datang dan mempertemukanku dengan orang-orang baik. Mereka membantuku dalam segala hal, dari sekadar berbagi makanan berbuka, menemani sahur, hingga membantu membersihkan kos. Bahkan, ada teman-teman yang meski tidak berpuasa, tetap setia menemaniku saat berbuka. Aku semakin menyadari bahwa persahabatan sejati tidak memandang perbedaan. Ramadan, kau menghadirkan begitu banyak cinta di antara kami.

Tak hanya itu, di kampus pun aku menemukan kehangatan yang sama. Canda tawa yang terjalin di sela-sela tugas kuliah membuatku lupa sejenak akan rasa lelah dan kantuk saat berpuasa. Mereka yang selalu menyemangatiku, membantuku saat tugas terasa berat, dan bahkan ikut menemani tarawih, meskipun awalnya hanya sekadar penasaran. Aku merasa begitu diterima, begitu dicintai.

Potret: Keindahan Tugu Yogyakarta di Malam Hari. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Potret: Keindahan Tugu Yogyakarta di Malam Hari. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Halo, Ramadan...
Aku selalu berdoa agar bisa bertemu lagi denganmu tahun depan. Karena Ramadan kali ini memang berbeda, tapi bukan berarti aku menjadi lebih buruk. Justru di perantauan ini, aku merasa lebih banyak belajar, lebih banyak bersyukur. Aku lebih banyak membaca Al-Qur'an, lebih sering mengikuti tarawih, dan bahkan pernah menginap di kos teman dekat kampus, hanya untuk menikmati kebersamaan Ramadan yang tak tergantikan. Hingga saat sahur, kami tertawa bersama, menikmati kebersamaan yang mungkin tak akan selalu ada.

Ada satu momen yang membuatku begitu bersyukur ketika aku pulang ke kos setelah sahur di tempat teman, berjalan di bawah langit subuh yang sepi, ditemani hembusan angin dingin, aku sadar bahwa perjuanganku di perantauan ini bukanlah sesuatu yang sia-sia. Aku berjuang untuk masa depan, untuk orang tuaku, dan untuk diriku sendiri. Dan kau, Ramadan, kau mengingatkanku betapa berharganya semua ini. Kau memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri, untuk lebih bersyukur, lebih bersabar, dan lebih menghargai setiap detik yang berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun