Mohon tunggu...
Muhammad Ruslan
Muhammad Ruslan Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Sosial

Mengamati, Menganalisis, dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita dan Joker

10 Oktober 2019   10:03 Diperbarui: 11 Oktober 2019   23:18 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joaquin Phoenix (Arthur), aktor dalam film JOKER 2019 (Warner Bros Pictures via Tribunnews)

Apakah anda orang geram ataukah tersenyum setelah menonton film Joker yang diperankan Arthur (Joaquin Phoenix)?

Ataukah kita tersenyum lantaran borok-borok kehipokritan diri dalam melihat kenyataan terbongkar dari dalam, seolah ingin memaksan kita untuk jujur, jujur melihat kenyataan bahwa banyak hal yang membuat keadaan tidak baik-baik saja?

Joker seperti memvisualisasikan suatu kenyataan sehari-hari, bahwa dalam kehidupan kita yang asyik, ada rupa-rupa manusia mengalami kehidupan yang jauh dari nalar dan pengalaman hidup kita sehari-hari. Tentang kehidupan orang-orang yang terbuang, diacuhkan, ditindas, dan didiskriminasi terus menerus dari berbagai penjuru.

Apakah ini ilusi? Tidak. Di bawah cahaya terang malam, ada banyak kehidupan berlangsung seperti itu.

Orang-orang yang hidup dalam tapal batas antara kehidupan dan kematian, harapan dan keputusasaan, dalam gelombang perjuangan hidup untuk tegar yang tak pernah dimenangkan. Mereka adalah sang liyan yang mengalami ketertindasan eksistensial dari struktur yang terus menerus meminggirkan mereka.

Bukanlah Joker yang harus dikutuk, tapi kitalah. Segerombolan masyarakat yang menciptakan Joker-Joker bagi kehidupan. Kita yang mewakili ketidakpedulian, melengkapi kebrengsekan elit politik kita.

Pengucilan, ketidakadilan, dan kepongahan yang diparadekan di ruang-ruang publik yang serakah, sembari membebankan ampas-ampas kepongahan itu ke komponen kelas sosial terlantar.

Benar kata Joker, ketika para elit membincangkan kematian satu dua orang, orang-orang seperti gempar. Amarah dan murka menyatu seolah ingin memperlihatkan kepedulian.

Tapi rasanya, itu tidak berlaku ketika orang-orang kecil yang terlantar mengalami kematian serupa. Diskriminasi-diskriminasi berlangsung sekian lamanya di alam masyarakat modern yang konon katanya sudah melek tentang HAM.

Ada berapa banyak kematian yang terjadi di kehidupan kita. Dari kematian yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan kekuasaan secara kasat mata hingga penindasan secara halus yang menggerogoti hidup manusia secara perlahan-lahan?

Kepada para elit yang menggunakan kekuasaan untuk mengamputasi ruang hidup rakyat kecil, sejatinya merekalah joker-joker kebrutalan sesungguhnya. Hanya karena lapisan moralitas feodal yang dijadikan tameng, kita memujinya dan seolah menempatkan ia dalam strata kelas yang prestisius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun