Mohon tunggu...
Muhammad Ruslan
Muhammad Ruslan Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Sosial

Mengamati, Menganalisis, dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Yang Lebih Penting dari Menyantuni Anak Yatim adalah Menjaga Perasaan Mereka

21 Mei 2019   00:07 Diperbarui: 21 Mei 2019   00:35 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: kitabisa.com

Saya pernah beberapa kali kebetulan mengikuti acara buka puasa. Acara yang diadakan oleh politisi, dan elit-elit birokrasi. Umumnya dalam acara tersebut biasanya dimasukkan agenda berupa "menyantuni" anak yatim. Sebuah ide yang sifat altruisme yang sangat mulia, tentu saja.

Menyantuni adalah suatu terminologi filantropis yang berarti tindakan yang mulia, yang berpaut dengan kata kunci: memberi. Namun tidak sedikit dari substansi acara demikian juga memperlihatkan sisi lain secara substansi. Sebuah paradoks--pada beberapa konteks yang saya liat--Kalau tak ingin saya sebut eksploitasi rasa belas kasih.

Namun sayapun terlebih dahulu mengapresiasi hal tersebut, mahfum bahwa para orang yang berlebih yang punya niat baik untuk memberi, ini sangat baik. Hal yang belum tentu kita sanggupi, terlebih saya pribadi.

Umumnya acara-acara demikian, biasanya tidak jauh dari acara yang diprakarsai oleh berbagai golongan elit, tentu saja. Elit yang dianggap memiliki rejeki yang berlebih. Dari  elit-elit pribadi ataupun konglongmerasi baik dari kalangan politisi, pengusaha, maupun aparat birokrasi. Buka puasa yang dibarengi dengan pemberian santunan adalah suatu momentum politik altruis tersendiri yang terpotret dalam ruang publik. Sunggu mulia tentu saja.   

Ada beberapa rentetan acara yang umumnya terpola. Ada pemberian santunan kepada anak yatim. Diikuti dengan ceramah agama, yang biasanya juga mengangkat tema "anak yatim". Lalu diikuti dengan pembagian santunan, takjil atau makanan.

Jadi, para anak yatim, entah diambil dari mana, umumnya diambil dari berbagai panti asuhan, biasanya dikoordinir oleh panitia yang ditugaskan. Mendatangkan mereka sebagai orang patut dikasihani, menjadi kebanggan tersendiri bagi para elit. Apalagi ketika para anak yatim tersebut, berkali-kali disebut sebagai para anak yatim yang membutuhkan belas kasih oleh MC, sambutan elit, hingga penceramah agama.

Ketika mendengar ungkapan-ungkapan senada demikian. Saya hanya bisa menelan ludah pahit melihat para anak yatim tersebut. Betapa tidak. Para anak-anak yatim dalam kosakata banyak hal selalu dijadikan sebagai objek dari rasa kasihan. Seolah bahwa buka puasa yang diadakan di ruang mewah itu, para anak yatim yang digadang-gadang dalam persepsi sebagai orang-orang malang ini, hidup sebagai objek rasa belas kasih, di tengah-tengah orang yang pada kadar tertentu hidup berkecukupan.

Suatu penindasan eksitensial, meminjam istilah Sartre yang sebenarnya terjadi. Bagaimana tatapan pandang orang-orang yang berkecupan yang memenuhi suatu ruangan itu, memusat pada para anak yatim, yang dipersepsi sebagai orang-orang tak beruntung. Kesan-kesan psikologis seperti ini akan terasa, ketika kita peka melihat mereka, atau bahkan belajar memposisikan diri pada posisi mereka.

Seolah-olah para orang-orang yang berkecukupan itu ingin berkata: kita harus bersyukur karena kekayaan lebih yang kita miliki, sembari memalingkan tatapan singkat kepada pada sekelompok anak yang ia anggap malang tersebut.

Karena itu, saya melihat banyak di antara mereka, para anak yatim, sebenarnya begitu sakit secara psikologis dibarengi oleh rasa malu yang begitu kuat ditahan, ketika berkali-kali mereka diperdengarkan kosakata-kosakata anak yatim tersebut. Ia seperti dipertegaskan identitasnya sebagai "pesakitan hidup" yang patut dikasihani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun