Mohon tunggu...
Muhammad Ruslan
Muhammad Ruslan Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Sosial

Mengamati, Menganalisis, dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setnov dan Permainan yang Belum Selesai

20 November 2017   20:52 Diperbarui: 20 November 2017   21:05 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mengerikan memang hidup manusia, bahkan seorang badut pun bisa menentukan nasibmu", entah kenapa kata-kata Nietzche ini tiba terngiang-ngiang setelah timeline medsosku nyaris dipenuhi oleh berita tentang kasus Setya Novanto (SN) belakangan ini. Dari sekadar gambar sarkas, meme, hingga kritik yang serius.

Baru kali ini juga saya melihat kasus yang benar-benar sukses mengumpulkan netizen dalam kelompok yang sama tanpa perdebatan pro-kontra. Netizen yang selama ini berseteru setiap ada kasus politik justru seperti menemukan titik kesepakatan yang sama dalam melihat kasus SN. Dari berita ke berita, dari meme ke meme, saya tak mendapatkan satu pun yang memihak kepada SN paling tidak pembelaan-pembelaan.

Padahal kalau ingin dibilang, SN adalah seorang politisi kuat, ia adalah ketua partai terbesar di negeri ini, dan juga dalam konteks posisinya sebagai ketua DPR. Dalam posisinya tersebut, sebagai politisi yang berpengaruh, ia bisa saja dengan mudahnya melawan atmosfer kritik di medsos yang selama ini begitu deras memojokkan dirinya, dengan menciptakan kounter buzzer pembelaan dalam rupa medan yang sama. Bukankah hal yang begitu mudah kita lihat di banyak kasus yang melibatkan tokoh-tokoh tertentu?

Atau mungkin di titik inilah juga, nyaris semua orang sepertinya bersepakat bahwa apa yang ditampilkan SN dalam akrobat mangkir dari panggilan KPK benar-benar suatu parade politis yang konyol, hingga tak menyisakan sedikitpun celah amunisi untuk melakukan ruang pembelaan. Pembelaan padanya pada kadar tertentu barangkali sama dengan mempertontongkan kebodohan di depan publik.

Hanya dengan menyisakan sedikit saja komitmen untuk berpihak pada akal, kita begitu mudah untuk mengambil kesimpulan bahwa apa yang dipertontongkan oleh SN adalah pertontongan politik paling vulgar penuh dengan kepura-puraan---saya yakin siapapun yang mengikuti kasus ini akan begitu mudah mengambil kesimpulan demikian.

Bagaimana mungkin seseorang yang terbaring di rumah sakit dengan diagnosa komplikasi penyakit yang kronis (vertigo, pengapuran jantung, tumor, gangguan ginjal, gula darah hingga stroke), hanya dalam hitungan hari bisa bangun, berjalan-jalan menghadiri banyak acara dengan senyum lepas bahagia tanpa beban? Hanya lantaran beberapa menit sebelumnya pengadilan tinggi mememenangkan gugatan pra peradilan-nya yang berimplikasi pada pembatalan status tersangka yang disandangnya sebeumnya?

Akal sehat mana yang ingin menerima, kenyataan kecelakaan yang tidak memberikan indikasi yang serius seturut dengan penetapan tersangka yang kedua kalinya, lalu tiba-tiba lewat mulut pengacaranya ia dikabarkan geger otak, tak sadarkan diri, berlumuran darah, kaki kram tak bisa bergerak, bahkan memiliki benjolan seperti bakpao di kepalanya? Benjolan bakpao yang lebih besar dari ukuran bola kasti itu saja sembari membayangkannya cukup untuk membuat kita tertawa konyol kebodoh-bodohan.

Cukup. Sudah cukup banyak meme yang sudah lebih dari cukup untuk mebuat kita tertawa terbahak-bahak akan hal itu. Bahkan saya justru berpikir tak ada gelak tawa yang paling sublim belakangan ini yang cukup serius untuk memahami kekonyolan politisi secara vulgar kecuali kasus ini.

Lalu setelah itu, tak puas hanya dengan melaporkan lebih 30 akun penyebar meme-nya yang ia polisikan lewat pengacaranya sebelumnya, kini muncul lagi pernyataan serupa setelah kasus kecelakaan kedua, dari pengacaranya (FY) untuk mempertersangkakan kembali para penyebar meme belakangan ini season dua.

Saya pikir politisi dan pengacara politisi ini juga benar-benar punya nyali. Coba bayangkan berapa jumlah tangan dan kepala yang terlibat dari persoalan meme ini? Dari pembuat, yang like, yang komentari, yang tertawakan, hingga penyebar, apakah sepertiga penduduk bangsa ini akan berbondong-bondong masuk ke penjara lantaran laporan tersebut? Hampir beberapa hari ini meme-meme ini bahkan menjadi trending topic.

Tapi begitulah. Politik memang adalah seni. Seni dramaturgi yang apik bermetamorfosa dalam siklus irrasional. Bahkan dibalik ancaman sekalipun, mandraguna politik terus dirapal mengulur waktu menyempurnakan mantra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun