Di tengah semarak wacana "Indonesia Emas 2045", kenyataan di lapangan justru memunculkan pertanyaan besar: benarkah kita sedang menuju masa keemasan, atau justru memasuki era kecemasan?
Saat ini, kinerja pemerintah tengah menjadi sorotan tajam. Di berbagai platform media sosial, gelombang ketidakpuasan semakin kuat terdengar. Tidak sedikit pendukung yang kini merasa kecewa, bahkan menyesal atas pilihan politik mereka di masa lalu. Kekecewaan ini bukan muncul tanpa sebab---tetapi lahir dari berbagai persoalan yang terus menumpuk.
Mulai dari penambangan di wilayah konservasi Raja Ampat, kasus korupsi dana pendidikan senilai Rp9 triliun, hingga polemik tambang di Dairi---semuanya membentuk gambaran suram arah kebijakan negara. Masyarakat bertanya: berapa banyak lagi masalah yang harus ditanggung bangsa ini?
Tagar #KaburAjaDulu kembali mencuat, seakan menjadi sindiran atas realitas yang menyakitkan. Apakah Indonesia sedang menghadapi krisis sosial, krisis moneter, atau bahkan krisis identitas nasional?
Pertanyaan besarnya: apakah ini bentuk nyata dari "Indonesia Emas" yang selama ini digembar-gemborkan? Atau justru kita sedang menuju "Indonesia Cemas"---bukan karena salah pilih pemimpin, tetapi karena harapan rakyat yang dikhianati oleh realitas buruk kinerja?
Solusi seperti apa yang pantas kita tuntut sebagai warga negara untuk memastikan arah bangsa tetap menuju kemajuan? Sudah terlalu sering isu-isu besar ditutupi oleh sensasi media: kabar perselingkuhan menenggelamkan kasus korupsi, gosip KDRT artis menutupi skandal kebijakan.
Kini saatnya membuka mata. Indonesia tidak kekurangan potensi dan prestasi. Banyak hal membanggakan yang patut dikembangkan, didukung, dan dijadikan fokus untuk menciptakan masa depan yang benar-benar layak disebut sebagai "Indonesia Emas".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI