Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Masa Kecil dan Masa Remaja di Kepalaku (1)

20 Mei 2021   20:56 Diperbarui: 20 Mei 2021   21:20 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca musik tradisi sejak dini (Foto: UNICEF Indonesia/Noorani)

Pukul tiga sore ketika matahari hilang dan air deras tumpah dari langit.

Kamar, yang biasanya dihuni oleh kamu dan aku, sekarang didiami gelap akibat listrik seperumahan mendadak padam. Aku memilih duduk di beranda, lalu bercengkerama dengan tempias hujan yang sekali-sekali mengelus pipiku dan mengelimiskan rambutku. Kamu masih di jalan menuju rumah, mungkin sedang bermain hujan atau bernaung di tempat teduh.

Kamu belum juga pulang saat ada yang datang bertamu. Tamu ini memang tidak peduli pada jam berkunjung. Sering ketika hujan mengeroyok ingatan, sesekali lewat lagu lawas yang kudengar atau film tua yang  tayang ulang di televisi, sekali-kali lewat foto hitam putih yang dipajang sepupu di dinding Facebook-nya.

Aku senang sekaligus sedih menyambut kedatangan tamu ini. Aku senang karena aku bosan sendirian, aku sedih karena ia muncul bertamu sewaktu aku malas bertemu dengannya. Kamu tahu, ia jenis tamu yang ulet. Tamu yang tidak bisa diusir secara kasar apalagi lembut. Dikasari ia menjadi-jadi, dilembuti ia taktahu diri.

Tamu itu bernama Masa Kecil. Kali ini ia tidak sendirian. Ia ditemani oleh Masa Remaja. Keduanya duduk bersila di depanku dan menjura tanpa kuminta.

"Jangan coba-coba melupakanku," kata Masa Kecil seraya mendengkus.

Masa Remaja mencebik. "Apalagi aku!"

Sebenarnya aku tidak pernah melupakan mereka. Sama sekali tidak pernah. Aku jenis lelaki yang tabah merawat kenangan, semenyenangkan atau semenjengkelkan apa pun. Akan tetapi, aku tidak menyanggah. Kubiarkan mereka bicara. Belakangan ini aku sibuk menatal cerita-cerita orang dan lalai menatah kisah-kisahku sendiri.

"Waktu itu," tutur Masa Kecil sambil menatap bulir hujan berjatuhan ke tanah, "kampung kita belum diterangi listrik. Jadi kamu tidak takut gelap. Malam hanya diterangi cahaya dari lampu teplok atau petromaks."

Masa Remaja terkekeh-kekeh. "Aku masih mendapati masa itu. Tak ada beker, tak ada alarm. Kita bangun sahur karena desakan air seni."

Aku tersenyum. Sejak kecil aku memang banyak minum. Orang lain delapan gelas, aku bisa sebelas gelas. Orang-orang menggelariku Si Botak Manusia Ikan. Gelar manusia ikan kuraih gara-gara kebiasaan minum, sedangkan si botak karena rambutku sempat rontok akibat sakit parah semasa berusia empat-lima tahun. Sakit apa? Yang kuingat cuma demam, muntah darah, dan lemas tiba-tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun