Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis, Usaha Merawat Tabah

10 Mei 2021   10:04 Diperbarui: 10 Mei 2021   10:24 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabahlah (Ilustrasi: pacificfertility.ca)

Selamat pagi, Diari. Bolehkah aku meminjam bahumu? Aku ingin menumpahkan air mata. Pipiku sudah terlalu hangat untuk dialiri air mata. Bantal juga jauh untuk menjadi tempat menuang duka hati.

Tahun 2021 benar-benar menjadi tahun cobaan, Diari. Mula-mula terpapar korona, lalu sembuh, lalu masuk rumah sakit lagi gara-gara tifus, lalu bingung tiada terkira karena kontrakan rumah harus dibayar jika tidak ingin kehilangan tempat bernaung.

Pagi ini, Diari, duka baru datang menyapa. Orang yang kusayangi dan kuhormati harus dibawa ke rumah sakit. Mertua terkena gangguan kardiovaskuler. Sembari menunggu hasil pindai utuh, air mataku terus-menerus memberontak ingin meninggalkan pelupuk.

Beri tahu aku, Diari, apa lagi yang harus aku lakukan untuk bertahan hidup? Beruntun nestapa sesekali membenturkan semangatku pada kalimat "mengapa aku tidak mati saja" atau "hingga kapan tulang-tulang tabah sanggup menyangga tubuhku".

Tiap-tiap manusia memang punya alasan untuk selalu merawat harapan hidup. Aku juga begitu, Diari. Alasanku malah sangat sepele dan sederhana. Aku hanya ingin melihat orang-orang di sekitarku tertawa. Tidak harus bahagia, cukup tertawa.

Namun, bagaimana bisa aku membuat mereka tertawa jikalau air mataku terpajang di wajah?

Aku juga sesekali membacakan dongeng untuk anak-anakku, mengelus rambut mereka, berlari bersama sambil saling ledek, berdebat dengan mereka tentang pelajaran di sekolah, dan siaga menggoreng nasi agar mereka tidak dikuasai rasa lapar. Sederhana sekali, Diari.

Hanya saja, bagaimana caranya menemani mereka tertawa ketika mukaku bersimbah nestapa?

Menularkan tabah (Ilustrasi: kwf.nl)
Menularkan tabah (Ilustrasi: kwf.nl)

Kadang aku merasa salah menjalani hidup atau keliru memilih jalan, lalu merasa tidak berharga dan ingin mati saja biar tidak menjadi beban, tetapi aku ingat bahwa ada beberapa alasan sepele yang menginstal nyali ke sendi-sendi agar tidak dilolosi kecemasan.

Aku tidak sendirian, Diari. Aku tahu itu. Beberapa orang di antara kita terpaksa hidup dari utang ke utang, merawat tabah saat berhadap-hadapan dengan tagihan-tagihan yang mencemaskan, serta bertahan hidup di tengah keadaan yang berkali-kali menggelapkan mata hati.

Aku tahu, Diari, aku tidak sendirian. Beberapa orang di antara kita terkadang menahan rasa sakit di dada kiri karena merasa semua jalan sudah buntu, menyangka tidak ada lagi solusi selain mati, kemudian tidur agar cemas dan resah mendapat masa istirahat, tetapi dua duka batin itu muncul lagi begitu mata terbuka dan tubuh terjaga.

Itulah sebabnya, Diari, aku berharap kamu tidak pernah jemu dan tidak akan jenuh mendengar semua keluh dan raungku. Hanya dengan menulis, Diari, aku merasa masih bisa hidup. Hanya dengan menulis, Diari, aku merasa layak hidup.

Begitulah, Diari. Menulis bagiku tidak lebih dari usaha merawat tabah. Berharap itu pula jalan bagiku untuk bertahan hidup.

Dukuh Rindu, 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun