Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mbah Surip, TVRI, dan Sentilan Admin Media Asal Rusia

2 April 2021   07:30 Diperbarui: 3 April 2021   18:43 2057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Surip dengan gaya rastafarian yang khas (Foto: Kompas/Priyo,mbodo)

Mbah Surip. Hampir seluruh rakyat Indonesia pada era 2000-an mengenal nama musisi jalanan ini. Tidak usah gaya rambut, jargon I love you full saja dihafal mati oleh penggemarnya. Mantep, to!

Tak Gendong. Itu lagu Mbah Surip yang sangat merakyat. Lagu sejuta umat. Kala Nada Sambung Pribadi (NSP) memusim, penjualan Tak Gendong mencapai Rp9 miliar. Setengah dari laba penjualan NSP itu menjadi royalti Mbah Surip.

Bagi saya, mengulik kembali proses kreatif Mbah Surip persis seperti mengiris bawang merah.  

Beliau lelaki yang sederhana, bersahaja, dan selalu tertawa. Beliau manusia hahaha. Warung Apresiasi Seni (Wapres) Bulungan tempat mangkalnya. Di sana ia kerap bertarung melawan ganasnya Jakarta.

Urip Achmad Rijanto. Begitu nama lengkap Mbah Surip. Kenapa ada "S" sebelum Urip? Kisahnya berliku. Dalam suatu kesempatan di Wapres Bulungan, awal 2009, saya sempat menanyakan perkara "S" langsung kepada beliau. Senang. Begitu jawab beliau seraya berhahaha.

Gara-gara penasaran, setengah jam kemudian saya tanya lagi.

"Susah," jawab Mbah Surip dengan enteng, riang, dan kembali berkata, "hahaha...."

Lelaki berambut gimbal itu punya "pakaian kenegaraan". Topi, baju, dan celana sewarna bendera Jamaika. Beliau lahir di Jerman. Tepatnya di Jejer Kauman. Kampung itu terletak di Magersari, Mojokerto, Jawa Timur. Putra Sukotjo dan Rasminah itu memang gigih sejak bocah.

Sejak meninggalkan kampung halaman demi merambah Jakarta, Mbah Surip mengamen dari tenda ke tenda, dari warung ke warung. Beliau lebih mudah dijumpai di kawasan Bulungan atau di Taman Ismail Marzuki (TIM).

Bahkan setelah lagu Tak Gendong merajai dunia NSP di tanah air, Mbah Surip tidak pernah berubah. Tampilan masih sama. Gaya rastafarian. Tertawa hahaha. Mentraktir musisi jalanan dan rekan-rekan seperjuangan di Bulungan. Masih begitu, masih sesederhana itu.

Beliau wafat pada 4 Agustus 2009. Stasiun televisi yang tengah sibuk meliput kabar soal sidang gugatan pilpres sontak mengalihkan kamera. Beramai-ramai meliput kematian sang legenda. 

Ia berencana menikahkan putrinya pada 16 Agustus, tetapi beliau lebih dulu berpulang ke pangkuan Ilahi. Sang putri akhirnya menikah di depan jenazah Mbah Surip.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun