Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Panjang Terorisme Berkedok dan Bermotif Agama

30 Maret 2021   09:11 Diperbarui: 30 Maret 2021   10:33 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: istockphoto
Ilustrasi: istockphoto
OLEH KARENA ITU, untuk memahami kenapa terorisme keagamaan sering terjadi belakangan ini, seperti kasus bom bunuh diri di pintu gerbang Gereja Katedral Makassar (Minggu, 28/3/2021), kita mesti mempertimbangkan agama pelaku.

Bukan dalam rangka menyalahkan agama yang dianut pelaku, bukan. Kita perlu menggali penyebab terorisme hingga ke akar-akarnya. Kita perlu menelaah bagaimana agama diajarkan sehingga memicu perilaku teror. Setelahnya, mencari cara untuk mengantisipasi pembelajaran agama sedemikian.

Ajaran "merasa saklek sebagai yang paling benar" bisa menyulut kebencian kepada penganut agama lain. Apabila penganut suatu agama terus dicekoki kebencian, lambat laun dadanya jadi ceret tempat merebus air hingga mendidih. Lama-lama kebencian itu meluap, lalu melukai, atau bahkan membunuh pemeluk agama lain dianggap bukan kejahatan kemanusiaan.

Pemerintah dan organisasi keagamaan tidak usah bersikeras menyatakan bahwa agama dan terorisme tidak bertautan. Terorisme berkedok agama sudah ada sejak dahulu. Bukan "barang baru". Tidak hanya terjadi dalam satu agama pula, melainkan hampir menimpa seluruh agama.

Hal mendesak yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan pemuka agama adalah bagaimana satu nilai dalam agama tidak diproduksi atau tidak digunakan untuk memprovokasi umat agar melakukan kekerasan yang melukai nilai kemanusiaan.

Pemerintah dan pemuka agama mendingan memikirkan cara untuk meredam rebaknya khotbah kebencian, khotbah yang menganjurkan pencapaian sakral dan abstrak, termasuk khotbah yang bertujuan politis atas nama perasaan "agama saya yang paling benar".

Terorisme mileniaristik atau terorisme yang tidak mempunyai tujuan duniawi juga mesti ditahan, ditangkal, dan diredam. Kita juga tidak bisa memungkiri fakta bahwa ada tindakan teror yang manipulatif, seperti terorisme yang hanya mengejar keuntungan pribadi dan golongan.

***

Ilustrasi: istockphoto
Ilustrasi: istockphoto
AKHIRULKALAM, ada tamsil sederhana yang bisa menjadi tilikan. Khrisna, sebut saja begitu, berusaha menjaga hasil panen padinya. Ia membangun lumbung di belakang rumahnya. Panen padi dan jagung ia tumpuk di dalam lumbung.

Tak dinyana, sekawanan tikus menyusup ke dalam lumbung. Khrisna tidak perlu membakar habis lumbung padinya. Jika itu ia lakukan, keluarganya bisa dilanda ancaman kelaparan. Khrisna hanya perlu memperbaiki konstruksi lumbung agar jalan-jalan tikus tertutup semua, bukan merobohkan atau membakar lumbung.

Salam takzim, Khrisna Pabichara (Twitter/IG: @1bichara)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun